Senin, 05 Desember 2016

TERJEMAHAN; IMPACT OF MONETARY POLICY SHOCKS ON THE CONVENTIONAL AND ISLAMIC BANKS IN A DUAL BANKING SYSTEM: EVIDENCE FROM MALAYSIA

DAMPAK GUNCANGAN  KEBIJAKAN MONETER
TERHADAP BANK KONVENSIONAL DAN ISLAM DALAM DUAL SISTEM PERBANKAN DI MALAYSIA
Penelitian ini menganalisis dampak guncangan kebijakan moneter di bank konvensional dan syariah dalam lingkungan sistem perbankan ganda. Tanggapan dari bank konvensional terhadap guncangan kebijakan moneter diperkirakan akan berbeda dari bank syariah karena sifat dari orang-orang Islam yang hanya melibatkan dengan bebas bunga instrumen. Berfokus pada data Malaysia yang mencakup periode dari Januari 1999 hingga Desember 2006, penelitian bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dari bank syariah dengan menganalisis dampak perubahan suku bunga pembiayaan dan deposito bank. Untuk memberikan perbandingan yang berarti, analisis yang sama juga dilakukan pada bank konvensional sehingga untuk menentukan risiko unik yang dihadapi bank syariah. Penelitian ini menggunakan fungsi respon dan variance decomposition analisis impulse berdasarkan Vector Auto-Regression (VAR) metodologi. Bertentangan dengan harapan umum, hasil menunjukkan bahwa bank syariah 'item neraca relatif lebih sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter, sedangkan bank konvensional' item neraca, terutama pinjaman konvensional tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga. Ini berarti bahwa dampak dari kebijakan moneter lebih menstabilkan pada bank syariah dari bank konvensional. Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting bagi manajemen risiko
Banking:.praktikdari bank syariah, khususnya dalam sistem perbankan ganda seperti di Malaysia
1.Pendahuluan
Studi mendukung manfaat dari sistem moneter Islam menekankan stabilitas relatif diberikan oleh sistem bebas bunga karena terkait sifat asset- nya yang bertentangan dengan sistem berbasis bunga yang dikenakan fluktuasi tingkat suku bunga. Sebuah sistem moneter yang mengandalkan aset bebas bunga diusulkan memiliki elemen yang lebih rendah dari ketidakpastian, sehingga lebih dapat diprediksi dan memiliki link yang dapat diandalkan untuk tujuan kebijakan moneter. Akibatnya, ada keyakinan umum bahwa perantara keuangan, khususnya bank-bank, yang beroperasi dalam sistem bebas bunga terlindung dari risiko yang terkait dengan fluktuasi suku bunga dan lebih stabil dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional (Khan, 1985). Hal ini lebih lanjut menyatakan bahwa pasar keuangan syariah baik untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan dibandingkan dengan pasar keuangan konvensional. Sejalan dengan ini, upaya penelitian saat ini di bidang kebijakan moneter Islam telah diarahkan terutama untuk  mengevaluasi stabilitas permintaan untuk instrumen moneter Islam dan menunjukkan viabilitas dan efektivitas mereka untuk tujuan kebijakan moneter.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas atas proposisi dengan memberikan bukti empiris tentang masalah ini. Untuk mencapai tujuan ini, studi ini membandingkan dampak dari guncangan kebijakan moneter (diwakili oleh perubahan suku bunga) pada item neraca bank besar dari bank-bank Islam vis-à-vis bank konvensional di Malaysia. Seperti disebutkan, sementara sebagian besar literatur yang ada di daerah ini berfokus pada pelaksanaan kebijakan moneter melalui instrumen kebijakan yang konsisten dengan syari'at,atau hukum Islam .studi ini menawarkan dimensi baru dengan menilai dampak dari guncangan kebijakan moneter pada instrumen keuangan Islam. Hal ini akan memungkinkan untuk beberapa kesimpulan yang akan dibuat tentang stabilitas dan kelangsungan hidup dari instrumen keuangan Islam untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter. Aspek lain dari hal-hal baru dari makalah ini adalah dalam hal metodologinya. Penelitian ini mengadopsi beberapa teknik investigasi ekonometrik untuk tiba di temuan konklusif mengenai masalah ini. .
Dalam hal ini, penelitian ini memberikan kontribusi dalam memperkaya literatur empiris di bidang kebijakan moneter dari perspektif Islam makalah ini disusun sebagai berikut: dua bagian berikutnya memberikan beberapa informasi latar belakang pengembangan industri perbankan syariah di Malaysia dan studi yang di sorot berfokus pada penerapan sistem perbankan Islam di beberapa negara di seluruh dunia. Bagian 4 menjelaskan sifat data dan metodologi yang dilakukan oleh penelitian ini. Bagian 5 menyajikan temuan empiris, dan terakhir, Bagian 6 menyimpulkan.
2. Ikhtisar Pengembangan Perbankan Islam di Malaysia
Industri perbankan Islam di Malaysia telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam dua dekade terakhir. Sejak berdirinya Bank Islam Malaysia, yang pertama penuh bank Islam di negara itu pada tahun 1983 dan pengenalan skema perbankan-jendela Islam dengan bank konvensional pada tahun 1993, industri ini terus menggelar kinerja yang mengesankan. Pada periode 1993-2006, total aset bank syariah melonjak dari RM2.4 miliar untuk RM73.8 miliar, masing-masing, mendaftarkan tingkat pertumbuhan yang mengesankan diperparah  30,2 persen per tahun selama periode tiga belas tahun. Pada periode yang sama, total simpanan Islam dimobilisasi oleh sistem perbankan meningkat menjadi RM50.5 miliar pada akhir tahun 2006 dari RM2.2 miliar hanya pada tahun 1993. Sementara itu, pertumbuhan total pembiayaan juga mengesankan di RM78.5 miliar pada akhir -2006 dibandingkan RM1.1 miliar pada tahun 1993. kinerja menggembirakan dari industri perbankan syariah di Malaysia juga diaktifkan oleh jaringan kantor yang luas yang memungkinkan akses mudah oleh pelanggan di seluruh negeri. Pada akhir 2006, ada sepuluh penuh bank syariah matang (dengan bank syariah lain mulai beroperasi pada awal tahun 2007), memiliki jaringan cabang 1167 terdiri dari cabang perbankan Islam dan counter yang disediakan oleh bank syariah penuh menjadi dewasa dan konvensional . bank yang menawarkan skema jendela perbankan syariah pertumbuhan menggembirakan dari industri perbankan syariah di Malaysia sebagian besar dapat dikaitkan dengan lingkungan kebijakan yang kondusif diberikan oleh bank sentral Malaysia - Bank Negara Malaysia (BNM). Untuk lebih mempercepat pengembangan industri dan menciptakan tekanan kompetitif yang positif untuk mengambil keuntungan dari efek spill-over positif, BNM memberikan lisensi perbankan untuk bank syariah domestik dan asing penuh, terutama dari Timur Tengah untuk beroperasi di negara itu. Pada akhir 2006 dan awal 2007, beberapa bank syariah penuh dimulai Banking:.operasi mengakibatkan sebelas bank Islam di Malaysia  dengan kebijakan yang mendukung perbankan terus menerus diberikan oleh BNM, industri perbankan syariah memiliki prospek cerah untuk pertumbuhan kuat di negeri ini.
Pertumbuhan menggembirakan dari industri perbankan syariah di lanskap keuangan Malaysia, sebagian, mencerminkan komitmen kuat negara itu untuk mengembangkan sistem keuangan Islam yang komprehensif. Dalam bekerja menuju tujuan ini, BNM hati-hati mengambil langkah-langkah untuk memperkuat pondasi dan dimasukkan ke dalam tempat pra-syarat dari sistem. Pada bulan Agustus 2006, BNM meluncurkan inisiatif Malaysia International Financial Center Islam untuk melakukan strategi liberalisasi Malaysia ke tingkat yang baru dengan tujuan memposisikan negara strategis di bidang Keuangan Islam. Dalam inisiatif ini, "... lembaga perbankan syariah diperbolehkan untuk melakukan array yang lebih luas dari kegiatan keuangan syariah yang meliputi perbankan komersial, perbankan konsumer, perbankan investasi dan bisnis mata uang internasional" (Bank Negara Malaysia, 2007). Dengan kata lain, lembaga keuangan di Malaysia diperbolehkan untuk strategis memposisikan diri untuk mengambil keuntungan dari pertumbuhan menggembirakan dari industri perbankan dan keuangan Islam.
Meskipun luas upaya untuk memastikan pertumbuhan yang kuat dari industri, BNM tetap waspada dari perlu memastikan stabilitas sistem keuangan Islam, khususnya di lingkungan keuangan ganda di mana sistem keuangan syariah dan konvensional berdampingan dalam perekonomian. Ini baik-tercermin dari upaya terus-menerus untuk mempermudah identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan mengendalikan risiko, terutama mereka yang unik untuk bank syariah. Kerangka kerja manajemen risiko yang efektif merupakan pusat untuk mempercepat pertumbuhan perbankan syariah dan memelihara stabilitas sistem keuangan Islam. Sejalan dengan ini, BNM telah berperan dalam pembentukan Islamic Financial Services Board (IFSB), yang pada tahun 2005, yang dikeluarkan Guiding Principles of Manajemen Risiko Lembaga Penawaran Hanya Jasa Keuangan Islam (IIFS). Standar ini memberikan penjelasan tentang berbagai risiko yang berkaitan dengan bank syariah serta menganjurkan beberapa teknik mitigasi risiko untuk menangani dengan masing-masing jenis risiko.
Mengingat meningkatnya peran yang dimainkan oleh bank syariah dalam proses intermediasi di negeri ini, oleh karena itu tepat waktu untuk melakukan analisis lebih dalam pada stabilitas lembaga perbankan Islam dalam konteks Malaysia. Hasil penelitian ini akan menumpahkan beberapa lampu pada tingkat kerentanan bank syariah terhadap guncangan kebijakan moneter yang ditunjukkan oleh perubahan kebijakan suku bunga. Akibatnya, studi ini juga menganalisis paparan dari bank-bank Islam untuk perubahan suku bunga, sehingga memiliki implikasi penting untuk praktik manajemen risiko bank Islam, khususnya dalam konteks sistem perbankan ganda.
3. Literatur
Penilaian empiris pada manfaat dari sistem perbankan bebas bunga telah diprakarsai oleh Darrat (1988) yang menunjukkan bahwa sistem perbankan di Tunisia menjadi lebih stabil tanpa aktiva berbunga daripada jika aset tersebut yang ada. Penelitian yang lebih baru seperti Kia (2001) dan Darrat (2002) memberikan bukti empiris lebih lanjut tentang keuntungan dari sistem moneter dan perbankan bebas bunga dengan berfokus pada kasus Iran yang memiliki sejarah panjang dalam menerapkan Menariknya penuh bebas sistem moneter dan perbankan sejak tahun 1984. studi ini menemukan bahwa baik jangka pendek dan jangka panjang bebas bunga fungsi permintaan uang yang stabil dan koefisien mereka invarian terhadap kebijakan dan guncangan eksogen lainnya. Kia dan Darrat (2003) membandingkan persamaan permintaan uang dan pembagian keuntungan deposito dan menemukan bahwa permintaan untuk pembagian keuntungan deposito memiliki fungsi invarian paling stabil dan kebijakan, menunjukkan bahwa sistem perbankan yang didasarkan pada pembagian keuntungan bisa membantu melindungi sistem moneter dari fluktuasi suku bunga dan meminimalkan kemungkinan ketidakstabilan keuangan. Akibatnya, itu lebih disarankan bahwa deposito pembagian keuntungan bisa mewakili instrumen yang kredibel untuk kebijakan moneter membuat di Iran.
Samad (1999), Kaleem (2000), dan Samad dan Hassan (2000) adalah salah satu dari banyak studi yang menyediakan empiris mendukung pada stabilitas instrumen moneter syariah dalam sistem perbankan ganda di Malaysia. Misalnya, Kaleem (2000) menganalisis data Malaysia lebih dari periode Januari 1994 sampai dengan Desember 1999 dan menemukan bahwa sistem perbankan syariah lebih krisis -proof karena sifat aset-linked nya. Dalam pandangan ini, instrumen moneter bebas bunga yang diusulkan untuk menjadi instrumen yang valid dan efektif yang berguna, jika tidak, lebih baik daripada instrumen moneter berbasis bunga, untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter.
Meskipun banyak penelitian yang mendukung keunggulan Menariknya sistem bebas perbankan atas sistem berbasis bunga, penelitian lebih lanjut pada aspek yang lebih rinci dari hubungan antara perbankan bebas bunga dan berbagai aspek risiko keuangan mengungkapkan beberapa kekhawatiran. Baldwin (2002) menemukan bahwa ada kurangnya kesadaran dalam mengadopsi praktek manajemen risiko yang terbaik di lembaga perbankan Islam karena adanya kepercayaan yang keliru bahwa bank Islam, berdasarkan alam bebas bunga nya, tidak dikenakan bunga fluktuasi nilai. Rosly (1999) menemukan bahwa bank-bank Islam di Malaysia dirugikan dibandingkan dengan bank konvensional ketika ada kenaikan suku bunga pasar. Sementara bank konvensional bisa meraup keuntungan yang lebih tinggi karena kenaikan suku bunga, bank-bank Islam menghadapi kesenjangan dana negatif karena pembiayaan bebas bunga berdasarkan tingkat bunga tetap, sedangkan kewajiban (deposito) mengacu kepada suku bunga yang berlaku. Pemeriksaan dampak dari suku bunga pasar uang konvensional pada instrumen keuangan Islam di Malaysia oleh Kaleem dan Isa (2006) mengungkapkan kelemahan lain dari sistem moneter bebas bunga terutama dalam sistem perbankan ganda seperti yang di Malaysia. Studi ini menemukan bahwa pasar keuangan saat mengatur tidak mendukung sistem perbankan bebas bunga karena memungkinkan bank konvensional untuk mengambil keuntungan dari peluang arbitrase yang disediakan oleh sistem perbankan ganda. Bank-bank konvensional memiliki fleksibilitas investasi di kedua bebas bunga dan pasar keuangan berbasis bunga, sehingga membuat keuntungan dari perbedaan suku bunga antara dua pasar. Di sisi lain, bank syariah hanya terbatas untuk meningkatkan pembiayaan di pasar uang syariah.
Sejalan dengan ini, Bagaimana et al. (2005) menguji apakah bebas bunga lembaga perbankan di Malaysia tunduk pada tiga jenis risiko Bank, yaitu, risiko kredit, risiko suku bunga dan risiko likuiditas. Studi ini menemukan bahwa sementara bank-bank komersial dengan pembiayaan bebas bunga memiliki kredit dan risiko likuiditas secara signifikan lebih rendah, mereka memiliki risiko suku bunga secara signifikan lebih tinggi dari bank tanpa pembiayaan Islam.
4. Data dan Metodologi
4.1 data
Variabel kebijakan moneter digambarkan oleh tingkat bunga, yaitu tingkat kebijakan semalam, selanjutnya dinyatakan sebagai ONR. Pemilihan ONR untuk mewakili variabel kebijakan moneter dalam kasus Malaysia adalah karena fakta bahwa saat ini, ONR adalah tingkat kebijakan moneter yang diterapkan oleh BNM. ‡ Sementara itu, variabel obyektif terdiri dari item neraca bank Islam bank dan bank konvensional, yaitu, pembiayaan bank syariah (IL) dan deposito (ID), dan pinjaman bank konvensional (CL) dan deposito (CD). Variabel Tujuan lainnya adalah indeks harga konsumen (CPI) dan indeks produksi industri (IPI). Mengingat bahwa Malaysia sangat perekonomian terbuka, variabel nilai tukar juga disertakan sebagai variabel kontrol. Untuk tujuan ini, nilai tukar riil (RER) termasuk dalam model. Semua seri dalam jangka waktu nyata (disesuaikan dengan indeks harga dengan 2000 sebagai tahun dasar) dan di log, kecuali untuk ONR.
Studi ini menggunakan data bulanan yang mencakup periode dari Januari 1999 sampai Desember 2006. Semua data yang bersumber dari Bank Negara Malaysia Bulanan statistik Bulletin, kecuali untuk RER yang dikumpulkan dari Statistik Keuangan Internasional yang diterbitkan oleh Dana Moneter Internasional.
4.2 Metodologi
Berdasarkan metodologi VAR, penelitian mengadopsi fungsi respon impuls dan teknik analisis variance decomposition untuk mengeksplorasi secara empiris dampak kebijakan moneter guncangan, ditunjukkan oleh perubahan suku bunga kebijakan pada deposito dan pinjaman (pembiayaan) dari bank konvensional dan Islam di Malaysia. Idealnya, untuk tujuan penelitian ini, kita perlu untuk menggabungkan semua variabel dalam pemodelan, tetapi model dapat buruk diperkirakan dalam sampel yang terbatas, seperti penambahan variabel akan cepat menguras derajat kebebasan. Dengan demikian, kami memperkirakan serangkaian model terpisah termasuk variabel kebijakan (ONR), variabel ekonomi makro (IPI, CPI dan RER) dan masing-masing bank ‡ BNM mengadopsi tingkat kebijakan semalam sebagai indikator kebijakan moneter mulai April 2004. Sebelum ini, base lending rate digunakan sebagai indikator kebijakan moneterBanking:.
48 Dampak Kebijakan Moneter Guncangan pada Konvensional dan BankIslam dalam Sistem dual  Bukti dari Malaysia
item neraca (CL, CD, IL dan ID), sehingga masing-masing Model hanya berisi lima variabel. Secara khusus, kami fokus pada model empiris dasar berikut:
x
1 = {ONR, IPI, CPI, RER, CD} (1) x
2 = {ONR, IPI, CPI, RER, ID} (2) x
3 = {ONR , IPI, CPI, RER, CL} (3) x
4= {ONR, IPI, CPI, RER, IL} (4)
dimana ONR adalah tingkat kebijakan semalam, IPI adalah indeks produksi industri, CPI adalah indeks hargakonsumen, RER adalah nilai tukar riil, CD dan CL adalah bank konvensional 'deposito dan pinjaman, masing-masing, dan ID dan IL adalah bank syariah' deposito dan pembiayaan, masing-masing.
Lag panjang untuk semua model dipilih berdasarkan Kriteria Informasi Akaike. Seperti dalam setiap penyelidikan empiris menggunakan data time series, kami melakukan data normal pra-prosedur pengujian, yaitu akar unit dan uji kointegrasi untuk menentukan sifat time series dari seri data. Secara umum, hasil dari uji akar unit menunjukkan bahwa variabel dicapai stasioneritas setelah differencing pertama, sedangkan uji kointegrasi menunjukkan adanya hubungan yang panjang ekuilibrium jangka antara variabel dan kebijakan moneter indicator.§
Fungsi Response Impulse
Kami memperkirakan model VAR dan menghasilkan fungsi respon impulse (IRF) untuk mempelajari dampak dari guncangan suku bunga pada empat sistem yang mengandung bank item neraca bank konvensional dan syariah. Sebuah IRF mengukur profil saat efek guncangan pada titik waktu tertentu pada (diharapkan) nilai-nilai masa depan variabel dalam sistem dinamik (Pesaran dan Shin, 1998). Pendekatan ini cocok karena tidak hanya bahwa hal itu memungkinkan untuk kekuatan relatif dari berbagai guncangan yang akan diukur dalam hal kontribusi mereka untuk variasi dalam variabel tertentu yang menarik, tetapi juga memungkinkan pola dan arah transmisi guncangan ditelusuri.
Variance Analisis Dekomposisi
Wawasan lebih lanjut tentang hubungan antara variabel dapat diperoleh melalui analisis varians dekomposisi (VDA). VDA yang disebut sebagai tes kausalitas out-of-sampel, memberikan indikasi sifat dinamis dari sistem dengan partisi varians dari kesalahan prediksi dari variabel tertentu ke dalam proporsi yang timbul inovasi (atau guncangan) di masing-masing variabel dalam sistem termasuk sendiri. Dalam kata lain, VDA memberikan rincian literal dari perubahan nilai variabel dalam suatu periode tertentu yang timbul dari perubahan dalam variabel yang sama di samping orang lain di periode sebelumnya.
Menurut Sims (1986), variabel secara optimal diperkirakan dari nilai-nilai sendiri tertinggal akan memiliki semua varian kesalahan perkiraan dicatat dengan gangguan sendiri. Hal ini umumnya diamati bahwa dalam penelitian terapan, itu adalah khas untuk varians untuk menjelaskan hampir semua varians kesalahan perkiraan di cakrawala pendek dan proporsi yang lebih kecil di cakrawala lagi.
5. Hasil dan Diskusi
5.1 Fungsi Response Impulse
The IRFs memungkinkan untuk analisis dampak guncangan suku bunga pada item neraca bank dari kedua kelompok perbankan. IRF menunjukkan besarnya dan waktu respon dari variabel tujuan (item neraca bank) untuk kejutan dalam variabel tingkat suku bunga. Hal ini memungkinkan perbandingan tingkat respon item neraca bank dari dua kelompok perbankan untuk guncangan kebijakan.
Dalam penelitian ini, analisis IRF sedang diterapkan pada dua orderings alternatif dari sistem. Ini adalah: i) CL / CD / IL / ID, ONR, IPI, CPI dan REER, dan ii) CL / CD / IL / ID, ONR, CPI, IPI dan REER. Karena hasil untuk dua orderings secara kualitatif serupa, kami menyajikan tanggapan dari fungsi untuk pemesanan pertama. Gambar 1 menunjukkan respon dari deposito endogen dan pinjaman dari kedua bank konvensional dan Islam untuk dua guncangan standar deviasi tingkat suku bunga. Dalam semua kasus, IRFs dilaporkan atas cakrawala 36 bulan untuk memungkinkan dampak kebijakan moneter untuk menyaring melalui ekonomi. Untuk memberikan beberapa gagasan tentang ketidakpastian estimasi respon, berdasarkan Sim dan Zha (1995), salah satu standar deviasi dari band kepercayaan telah diperoleh memiliki metode integrasi Monte Carlo dengan 1.000 ulangan. Hanya tanggapan baik pinjaman konvensional dan syariah (pembiayaan) dan deposito untuk inovasi di tingkat bunga yang disorot, karena mereka lebih relevan dengan studi kita sekarang.
Seperti yang diamati pada Gambar 1, ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat bunga dan konvensional deposito. Ini merupakan suatu pertanda baik dengan teori keuangan yang menyatakan bahwa peningkatan suku bunga kebijakan mengarah ke deposito yang lebih tinggi sebagai deposan yang mengharapkan pengembalian yang lebih tinggi untuk deposito mereka di bank-bank konvensional. Selain itu, deposito konvensional tampaknya merespon seketika perubahan dalam ONR sampai periode 8-9 bulan sebelum membaik secara bertahap. Sebaliknya, itu menarik untuk dicatat bahwa respon dari deposito Islam yang signifikan dan negatif terhadap perubahan suku bunga. Secara khusus, inovasi di ONR menyebabkan respon negatif yang signifikan instan deposito bank Islam 'untuk jangka waktu sekitar dua tahun. Temuan ini memberikan dukungan untuk studi dari Haron dan Norafifah (2000) dan Sukmana dan Yusof (2005) yang menegaskan kembali pandangan bahwa suku bunga berhubungan negatif dengan jumlah deposit di bank syariah. Dengan kata lain, kenaikan suku bunga akan mengurangi jumlah deposit di bank syariah. Sebuah penjelasan yang masuk akal untuk hubungan negatif antara tingkat bunga dan deposito Islam adalah bahwa pelanggan mentransfer dana dari bank syariah ke bank konvensional yang menawarkan pengembalian yang lebih tinggi untuk deposito mereka sebagai suku bunga meningkat. Penelitian ini juga mendukung temuan oleh Gerrard dan Cunningham (1997) di Singapura di mana non-Muslim menarik dana mereka ketika suku bunga lebih tinggi di bank konvensional dibandingkan tingkat pengembalian di bank syariah. Namun demikian, hal ini tidak selalu terjadi. Di beberapa negara lain, pelanggan terus mempertahankan simpanan mereka di bank-bank Islam meskipun peningkatan dalam tingkat suku bunga. Misalnya, dalam kasus Kuwait, tidak ada penarikan besar-besaran yang signifikan dana dari bank syariah sebagai akibat dari peningkatan suku bunga (Haron dan Norafifah, 2000). Demikian pula, di Sudan, deposan terus mempertahankan dananya di bank syariah meskipun tidak dihargai sesuai dengan bank syariah.
Untuk pinjaman, hasil IRF menunjukkan bahwa tampaknya ada hubungan negatif signifikan antara variabel tingkat suku bunga dan pinjaman dari bank konvensional. Namun, ada hubungan negatif yang signifikan antara ONR dan pembiayaan syariah (IL) untuk jangka waktu setidaknya 13-14 bulan. Sebuah penjelasan yang mungkin untuk hubungan ini adalah bahwa permintaan kredit syariah lebih rendah selama masa suku bunga tinggi karena konsumen tidak ingin mengunci-in komitmen pinjaman mereka pada tingkat bunga yang tinggi. Temuan ini konsisten dengan pandangan Rosly (1999) yang menegaskan bahwa bank-bank Islam di Malaysia tidak beruntung dibandingkan dengan rekan-rekan konvensional mereka ketika ada kenaikan suku bunga. Seperti disebutkan sebelumnya, bank-bank Islam menghadapi kesenjangan dana negatif karena didasarkan pada pengembalian tetap sementara deposito mereka mengacu kepada suku bunga yang berlaku. Bagaimana et al. (2005) juga memberikan bukti empiris bahwa bank-bank komersial dengan pembiayaan bebas bunga lebih rentan terhadap risiko suku bunga lebih tinggi dari bank tanpa pembiayaan IslamBanking:.










Gambar 1: Tanggapan Impulse dari Simpanan dan Pinjaman Kebijakan Moneter Guncangan
5.2 Analisis Variansi penguraian
The VDA digunakan untuk menilai interaksi dinamis antara indicator  kebijakan moneter dan bank item neraca dari kedua kelompok perbankan. Dengan membandingkan dua kelompok perbankan, analisis ini akan mengungkapkan kontribusi suku bunga dalam menjelaskan variansi kesalahan perkiraan item neraca bank syariah yang bertentangan dengan bank konvensional.
Hasil VDA ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2 . secara umum, hasil lebih memperkuat temuan sebelumnya yang didasarkan pada IRFs. Dalam kasus deposito Islam, variasi dalam variabel tingkat suku bunga menjelaskan sekitar 10 persen dari kesalahan perkiraan varians di 24 bulan, menunjukkan bahwa tingkat suku bunga atau ONR adalah salah satu variable yang paling penting dalam menjelaskan fluktuasi deposito Islam. Hasil VDA juga menunjukkan bahwa variasi dalam ONR memberikan kontribusi hingga 24 persen dari perkiraan kesalahan-varian pembiayaan Islam, dibandingkan dengan pinjaman konvensional di mana variasi dalam ONR hanya menyumbang sekitar 3 persen dari perkiraan kesalahan-varian nya. Temuan ini konsisten dengan temuan sebelumnya oleh Darrat (1988), Darrat (2002), Kia (2001), Kia dan Darrat (2003), dan Kaleem (2000) yang mengusulkan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah invarian untuk suku bunga guncangan. Temuan penelitian ini agak bertentangan dengan saran mereka bahwa sistem perbankan bebas bunga mampu melindungi sistem moneter dari fluktuasi suku bunga dan oleh karena itu, meminimalkan kemungkinan ketidakstabilan keuangan. Temuan kami di sisi lain, tampaknya echo yang Kaleem dan Isa (2006) dan Rosly (1996) yang menyatakan bahwa kelemahan sistem moneter bebas bunga terutama dalam sistem perbankan ganda seperti di Malaysia terletak di pasar keuangan saat ini mempersiapkan. Dual banking system memberikan kesempatan arbitrase bagi bank konvensional yang lebih fleksibel untuk berpartisipasi baik di pasar keuangan syariah dan konvensional. Bank-bank Islam, di sisi lain, terbatas untuk meningkatkan pembiayaan hanya di pasar uang syariahBanking:.
Tabel 1: dekomposisi Variance  Deposito
6. Kesimpulan
Studi ini menganalisis dampak guncangan kebijakan moneter pada pembiayaan dan deposito bank-bank Islam 'dan membandingkannya dengan yang dari bank konvensional di Malaysia. Studi ini menemukan bukti bahwa dampak dari guncangan kebijakan lebih de-menstabilkan pada bank syariah dari bank konvensional. Bertentangan dengan kepercayaan umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa item neraca bank syariah lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga dibandingkan rekan-rekan konvensional mereka. Hasil bisa dikaitkan dengan beberapa alasan. Industri perbankan konvensional yang memiliki pasar yang luas dan mendalam karena keberadaannya luas  dan hubungan global yang yang mampu mengimbangi penurunan likuiditas menyusul kebijakan ketat moneter. Di sisi lain, industri perbankan syariah harus menanggung "beban" dari kebijakan moneter yang ketat karena masih belum berkembang, sehingga membatasi pilihan bagi para pemain. Dalam mitigasi konsekuensi dari kejutan suku bunga, lembaga keuangan islam, harus mempercepat pada upaya untuk review mengembangkan alat manajemen risiko yang relevan yang bias mengatasi masalah berbeda. Upaya untuk lebih meningkatkan praktik manajemen risiko di antara bank-bank islam bahkan lebih penting sekarang mengingat pergeseran minat terhadap perbankan dan keuangan islam di pasca 2007/2008 krisis ekonomi dan keuangan global.
Hasil ini juga menyoroti kelemahan utama dari sistem keuangan ganda sedang berjalan paralel di negara ini. Hal ini dapat tersirat bahwa niat untuk menerapkan sistem moneter bebas bunga di malaysia masih belum matang dengan perkembangan infrastruktur . Penelitian ini menawarkan dimensi penting bagi pembuat kebijakan untuk dipertimbangkan dalam upaya untuk mengembangkan malaysia sebagai pusat global untuk perbankan dan keuangan islam. Karena risiko unik yang dihadapi oleh lembaga perbankan syariah seperti yang diidentifikasi oleh penelitian, penting untuk merancang teknik mitigasi risiko yang relevan sehingga memungkinkan bank-bank islam untuk kejutan kebijakan moneter dalam infrastruktur keuangan saat ini. Hal ini penting untuk kembali iqbal (1999) mencatat, meskipun bunga yang tumbuh di perbankan dan keuangan islam, pasar keuangan islam masih kurang dalam hal perangkat manajemen risiko. Akhirnya, penelitian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan konsekuensi dari implementasi kebijakan moneter pada lembaga perbankan islam serta kebutuhan untuk mengembangkan sistem keuangan islam yang komprehensif di negara.
Referensi
Bank Negara Malaysia. Bulanan statistik Bulletin, berbagai masalah.
__________. (2007). Laporan Tahunan, Kuala Lumpur, Malaysia.
Baldwin, K. (2002). Manajemen risiko di bank syariah. Dalam S. Archer & R. Abdel Karim (Eds.). Inovasi Keuangan Islam dan Pertumbuhan, (pp. 176-201). Euromoney Buku dan AAOIFI.
Darrat, AF (1988). Bunga bebas sistem perbankan Islam: beberapa
bukti empiris. Ekonomi Terapan, 20: 417-425
__________..(2002). Efisiensi relatif dari sistem moneter bebas bunga: beberapa bukti empiris. Ulasan Triwulanan Ekonomi dan Keuangan, 42:. 747-764
Gerrard, P. dan Cunningham, JB (1997). Perbankan Islam: studi di Singapura. International Journal of Bank Marketing, 15 (6): 204- 16.
Haron, Sudin dan Ahmad, Norafifah. (2000). Efek dari suku bunga konvensional dan tingkat keuntungan pada dana disimpan sistem perbankan Islam di Malaysia. International Journal of Financial Services Islam, 1 (4): 1-7.

How, Janice C, Abdul Karim, Melina and Verhoeven, Peter. (2004). Islamic financing and bank risk: the case of Malaysia. Thunderbird International Business Review, 47(1): 75-94.
Iqbal, Zamir. (1999). Financial engineering in Islamic finance.
Thunderbird International Business Review, 41(4/5): 541-560.
Kaleem, Ahmad. (2000). Modelling monetary stability under dual banking system: the case of Malaysia. International Journal of Islamic Financial Services, 2(1): 21-42.
Kaleem, Ahmad and Isa, Mansor Muhammad. (2006). Islamic banking and money demand function in Malaysia: an econometric
58 Impact of Monetary Policy Shocks on the Conventional and
Islamic Banks in a Dual Banking System: Evidence from Malaysia
analysis. Pakistan Economic and Social Review, 44(2): 277-290. Khan, A. (1985). Adjustment mechanism and the money demand function in Pakistan. Pakistan Economic and Social Review, 20: 257-261.
Kia, Amir. (2001). Interest-free and interest-bearing money demand: policy invariance and stability. Working Paper, Department of Economics, Emory University.
Kia, Amir and Darrat, AF (2003). Modelling money demand under the profit-sharing banking scheme: evidence on policy invariance and long-run stability. Paper presented at the ERF's 10th Annual Conference, Marrakech, Morocco. December 16-18, 2003.
Rosly, S. (1999). Al-bay bithaman ajil financing: impacts on Islamic banking performance. Thunderbird International Business Review, 41: 461-480.
Samad, Abdus. (1999). Comparative efficiency of the Islamic Bank Malaysia vis-à-vis conventional banks. IIUM Journal of Economics and Management, 7(1): 49-67.
Samad, Abdus and Hassan, M. Kabir. (2000). The performance of Malaysian Islamic bank during 1984-1997: an exploratory study. International Journal of Islamic Financial Services, 1(3): 24-45.
Sims, Christopher A. (1986). Are forecasting models usable for policy analysis? Quarterly Review, Federal Reserve Bank of Minneapolis. Winter: 2-16.
Sims, Christopher A. & Zha, Tao. (1995). Error bands for impulse responses. Working Paper, Federal Reserve Bank of Atlanta. No. 95-6.
Sukmana, Raditya and Mohd. Yusof, Rosylin. (2005). Are funds deposited in Islamic banks guided by interest? An empirical analysis in Malaysia. Paper presented at the 4
th
Global Conference on Business and Economics, St. Hugh's College, Oxford University, UK. June 26-28, 2005.



TEORI DAN KONSEP UANG DALAM MAKRO EKONOMI ISLAM

TEORI DAN KONSEP UANG DALAM MAKRO EKONOMI ISLAM
Heri Sutopo 15800002 
Ahmad Shauqi 15800013
Pascasarjana UIN Maliki Malang 
Program Magister Ekonomi Syariah

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Pada masa awal peradaban belum dikenal dengan istilah uang dalam memenuhi kebutuhan manusia secara mandiri.Disebut periode prabarte, manusia memperolah makanan dan kebutuhan lainnya dengan berburu dan mencari dimana alam sudah menyediakannya, belum membutuhkan uang karena kebutuhan masih sederhana dan belum luas seperti sekarang ini.
Akan tetapi dengan jumlah manusia semakin bertambah dan perdabannya semakin berubah dan maju, begitu pula keinginan dan interaksi antar sesame manusia semakin meningkat dan jenis kebutuhan yang berbeda-beda dan beragam.Ketika itulah secara bersamaan manusia tidak mampu memenuhi kebutuannya sendiri.Dalam segala aktifitas ketika seorang menghabiskan waktu dilaut mencari ikan maka tidak dapat mendapatkan bahan makanan pokok lainnya.
Ketergantungan antara satu dengan lainnya dalam memenuhi kebutuhannya dimana tidak ada individu secara sempurna memenuhi kebutuhannya sendiri. Sejak itulah, manusia memulai mempergunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran/transaksi barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada tahapan ini yaitu tukar-menukar disebut periode barter.[1]
Seiring berkembangnya zaman dan kebutuhan manusia semakin komplek dan semakin sulit menciptakan situasi double coincidence of want ini.Contohnya, suatu ketika seseorang memiliki beras dan membutuhkan garam. Namun disaat bersamaan, pemilik garam sedang tidak membutuhkan beras akan tetapi daging, sehingga syarat terjadinya barter tidak terpenuhi antara garam dan beras. Maka, dari aktifitas tersebut yang mana membuat kesulitan dalam transaksi maka diperlukan suatu alat tukar, kemudian disebut dengan uang.Dalam sejarahnya peradaban Sumeria dan Babylonia petama kali uang dikenal.
Dengan kemajuan zaman, uang kemudia berkembang dan berevolusi mengikuti sejarah manusia. Tiga jenis uang yang digunakan dalam aktifitas ekonomi, yaitu uang barang (commodity money), uang kertas(token money), dan uang giral/uang kredit( deposit moneyI).[2]
Pada awal munculnya, uang merupakan sebagi alat tukar (medium of exchange). Turunan dari fungsi utama uang disebutkan antara lain, seperti uang sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan), unit of account (satuan penghitungan), dan standard of deferred payment (pembakuan pembayaran tangguhan).
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban manusia dan posisi uang sangat strategis dalam suatu sistem ekonomi serta sulit digantikan dengan variable lainnya (Nasution ddk, 2007:239).Dan sebagai penegasan, uang merupakan bagian integral yang tidak terpisah dari suatu sistem ekonomi[3].Sehingga uang dalam perekonomian dapat melakukan operasinya lebih efisien dan sebagai standar kehidupan masyarakat.
Perubahan bentuk mata uang sebagai nilai standar alat tukar (Exchange Rates) dalam kegiatan ekonomi masyarakat dari masa ke masa. Yaitu menggunakan standard emas sebagai back up atau dikonversikan dengan seberat emas sebagai sisem standar tetap, setelah perjanjian Bretton Wood (1944) berubah menjadi sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate system) suatu sistem yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan pemintaan dan penawaran.[4]
Melihat Uang merupakan salah satu variable integral dalam suatu perekonomian, Islam melihat uang dibuat untuk melancarkan transaksi dan menetapkan nilai yang wajar dalam pertukaran. Al-Ghazali menuturkan suatu atau apapun yang berfungsi sebagai uang , maka fungsinya hanyalah sebagai alat tukar (medium of exchange).
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Pengertian Uang dan Sejarah Uang?
2.      Apa Peran dan Fungsi Uang Dalam Perekonomian?
3.      Bagaimana Uang Dalam Pandangan Islam?
C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Mengungkap Pengertian dan Sejarah Uang
2.      Mengungkap Peran dan Fungsi Uang dalam perkonomian
3.      Mengungkap Uang Dalam Pandangan islam














BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN UANG DAN SEJARAH UANG
1.      Definisi Uang[5]
Secara luas uang adalah semua jenis perantara pertukaran (all media of exchange), yaitu uang kertas, koin/uang logam dan cek atau bulyet giro, kartu kredit dapat bertindak sebagai perantara pertukaran dan sedikit banyak ikut berperan dalam perkembangan perekonomian. Beberapa definisi tentang uang sebagai berikut;
1.1.Encyclopedia Americana
Money can be anything that is generally and universally accepted for the payment of goods, services or debt”. (Uang dapat berupa segala sesuatu secara umum dan secara luas diterima untuk pembayaran barang-barang, jasa dan utang).
1.2. Harorld S. Sloan and Arnold Z Zurcher
“ Anything generally accepted in exchange for other things within more less definite area, hence, a customary medium of exchange”.( Sesuatu secara umum diterima sebagai alat penukar terhadap barang-barang lain, dalam suatu wilayah tertentu, karena itu uang merupakan perantara penukaran).
1.3.A.L. Meyers
“ We may define money as anything that’s is commonly accepted as a medium of exchange, measure of value of standard of deffered payment”.( Kita bisa menggambarkan bahwa uang adalah suatu yang lazim diterima sebagai perantara pertukaran, pengukur nilai atau untuk pembayaran yang ditangguhkan).
1.4.Kamus Perbankan
“ Uang adalah segala sesuatu yang diterima secara umum sebagai alat tukar, alat bayar, satuan dasar penilaian dan sebagai penyimpan tenaga beli”. 
Uang dalam pemahamannya merupakan bentuk dari alat tukar resmi yang digunakan disuatu wilayah tertentu, alat bayar terhadap barang-barang, jasa dan utang, dan sebagai dasar penyimpan nilai.
2.      Sejarah Uang
Pada masa awal peradaban belum dikenal dengan istilah uang dalam memenuhi kebutuhan manusia secara mandiri.Disebut periode prabarte, manusia memperolah makanan dan kebutuhan lainnya dengan berburu dan mencari dimana alam sudah menyediakannya, belum membutuhkan uang karena kebutuhan masih sederhana dan belum luas seperti sekarang ini.
Akan tetapi dengan jumlah manusia semakin bertambah dan perdabannya semakin berubah dan maju, begitu pula keinginan dan interaksi antar sesama manusia semakin meningkat dan jenis kebutuhan yang berbeda-beda dan beragam.Ketika itulah secara bersamaan manusia tidak mampu memenuhi kebutuannya sendiri.Dalam segala aktifitas ketika seorang menghabiskan waktu dilaut mencari ikan maka tidak dapat mendapatkan bahan makanan pokok lainnya.
Ketergantungan antara satu dengan lainnya dalam memenuhi kebutuhannya dimana tidak ada individu secara sempurna memenuhi kebutuhannya sendiri. Sejak itulah, manusia memulai mempergunakan berbagai cara dan alat untuk melangsungkan pertukaran/transaksi barang dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Pada tahapan ini yaitu tukar-menukar disebut periode barter.[6]
Seiring berkembangnya zaman dan kebutuhan manusia semakin komplek dan semakin sulit menciptakan situasi double coincidence of want ini.Contohnya, suatu ketika seseorang memiliki beras dan membutuhkan garam. Namun disaat bersamaan, pemilik garam sedang tidak membutuhkan beras akan tetapi daging, sehingga syarat terjadinya barter tidak terpenuhi antara garam dan beras. Maka, dari aktifitas tersebut yang mana membuat kesulitan dalam transaksi maka diperlukan suatu alat tukar, kemudian disebut dengan uang.Dalam sejarahnya peradaban Sumeria dan Babylonia petama kali uang dikenal.
Dengan kemajuan zaman, uang kemudia berkembang dan berevolusi mengikuti sejarah manusia. Tiga jenis uang yang digunakan dalam aktifitas ekonomi, yaitu uang barang (commodity money), uang kertas(token money), dan uang giral/uang kredit( deposit moneyI).[7]
Pada awal munculnya, uang merupakan sebagi alat tukar (medium of exchange). Turunan dari fungsi utama uang disebutkan antara lain, seperti uang sebagai standard of value (pembakuan nilai), store of value (penyimpan kekayaan), unit of account (satuan penghitungan), dan standard of deferred payment (pembakuan pembayaran tangguhan).
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban manusia dan posisi uang sangat strategis dalam suatu sistem ekonomi serta sulit digantikan dengan variable lainnya (Nasution ddk, 2007:239).Dan sebagai penegasan, uang merupakan bagian integral yang tidak terpisah dari suatu sistem ekonomi[8].Sehingga uang dalam perekonomian dapat melakukan operasinya lebih efisien dan sebagai standar kehidupan masyarakat.
Perubahan bentuk mata uang sebagai nilai standar alat tukar (Exchange Rates) dalam kegiatan ekonomi masyarakat dari masa ke masa. Yaitu menggunakan standard emas sebagai back up atau dikonversikan dengan seberat emas sebagai sisem standar tetap, setelah perjanjian Bretton Wood (1944) berubah menjadi sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate system) suatu sistem yang ditetapkan melalui mekanisme kekuatan pemintaan dan penawaran.[9]
Melihat Uang merupakan salah satu variable integral dalam suatu perekonomian, Islam melihat uang dibuat untuk melancarkan transaksi dan menetapkan nilai yang wajar dalam pertukaran. Al-Ghazali menuturkan suatu atau apapun yang berfungsi sebagai uang , maka fungsinya hanyalah sebagai alat tukar (medium of exchange).
3.      Jenis dan Fungsi Penggunaan Uang Dalam Perekonomian
Dalam era modern berbagai perkembangan akan uang bervariasi mengikuti perjalan sejarah kehidupan manusia. Dalam perkembangan ini uang berevolusi dan kemudian dapat dikategorigan menjadi tiga jenis, yaitu;[10]
3.1.Uang barang (commodity money)
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komuditas atau bisa diperjualbelikan apabila uang tersebut dipergunakan bukan sebagai uang. Namun, tidak semua barang bisa menjadi uang, diperlukan tiga kondisi utama agar barang bisa menjadi uang, antara lain;
a.       Kelangkaan (scarcity), barang tersebut bersifat terbatas.
b.      Daya tahan (durability), barang tersebut harus tahan lama.
c.       Nilai tinggi, sehingga tidak diperlukan dalam jumlah banyak saat transaksi.
Dalam sejarahnya pada periode barter dan prabarter bahan-bahan kebutuhan sehari-hari seperti garam dll dijadikan sebagai alat tukar (uang) akan tetapi penggunaan uang barang memiliki banyak kelemahan. Diantaranya, uang tidak memiliki pecahan, sulit disimpan dan sukar diangkut atau dibawa.
Kemudian pilihan pengguanaan logam mulia emas dan perak sebagai mata uang.Dengan mengaitkan tiga kondisi yaitu, barang tersebut langka, memiliki daya tahan lama dan, minyimpan nilai yang tinggi.
3.2.Uang tanda/kertas (token money)
Ketika uang logam (emas dan perak) menjadi uang resmi dunia.Pihak bank melihat sisi keuntungan dari kepemilikan emas dan perak.Perlakuan terhadap emas dan perak yang meminjamkan emasnya kepada pandai emas (goldsmith) atau toko-toko perhiasan dengan bukti pinjaman, penyimpanan atau penitipan emas dan perak berupa lembaran kertas berharga.Sehingga kertas tersebut sebagai jaminan atas kepemilikan emas dan perak dimasyarakat umum.Maka dengan kepercayaan masyarakat kertas jaminan tersebut dijadikan sebagai alat tukar yang sah.
Akan tetapi setelah perjanjian Breetonword (1944), uang kertas menjadi alat tukar dominan dan semua sistem perekonomian menggunakan uang kertas sebagai mata uang utama tanpa didukung cadangan emas.
Aspek kemudahan, pengurangan, penambahan, murah biaya pembuatannya dan bisa dipecah-pecah menjadi satuan mata uang dengan nominal kecil.Akan, tetapi dari segi kekurangannya mudah rusak dan tidak bisa dibawa dalam jumlah banyak.
3.3.Uang giral (deposit money)
Uang giral adalah bentuk uang berupa cek dan alat pembaaran giro lainnya yang dikeluarkan oleh bank-bank koersial. Uang giral merupakan simpanan nasabah bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahkan kepada orang lain sebagai alat pembayaran barang, jasa dan utang.
Kelebihan uang giral sebagai alat pembayaran; tidak bisa diuangkan bila bukan yang berhak jika kehilangan, cepat dan mudah dalam transaksi dan ongkos yang rendah dan, tidak ada uang kembali karena cek sesuai dengan nilai transaksi.
Akan tetapi, dibalik kemudahan sistem ini terdapat bahaya besar.Kemudahan bank menciptakan dan akses uang giral ditambah dengan instrument bunga bank, peluang terjadinya jumlah uang beredar yang besar dari pada transaksi riilnya.Inilah kemudian disebut pertumbuhan ekonomi semu (bubble economiy).
Peran uang dalam perekonomian yang semakin modern saat ini dalam setiap semua kegiatan masyarakat semakin dibutuhkan, menjadi salah satu penentu stabilitas dan kemajuan perekonomian di suatu negara. Dalam tingkat perdagangan tertentu sistem barter masih berlaku, seperti perdagangan antar negara dan di daerah pedesaan. Maka, Uang memilik manfaat yang dapat diperoleh baik bagi penerima uang maupun pemebayar. Dalam Kasmir (2008) Beberapa manfaat diperoleh dari penggunaan uang pada masyarakat;[11]
1.      Mempermudah untuk memperoleh dan memilih barang dan jasa yang diinginkan secara cepat.
2.      Mempermudah dalam menentukan nilai barang dan jasa.
3.      Memperlancar proses perdagaangan secara luas.
4.      Digunakan sebagai tempat menimbun kekayaan.
Uang agar dapat diterima masyarakat secara umum sebagai alat pembayaran yang sah dalam setiap transaksi perekonomian, beberapa criteria uang yang sah digunakan secara singkat; 1) ada jaminan dari pemerintah sebagai kepercayaan, 2) Diterima umum sebagai alat tukar yang sah, 3) Nilai yang stabil, 4) Nudah disinpan, 5) Mudah dibawa, 6) Tidak mudah rusak, 7) Mudah dibagi, 8) Penawaran elastis.
Kemudian, uang yang dijadikan sebagai alat untuk melakukan berbagai sehari-hari terbagi beberapa jenis.Pembagian ini didasarkan kepada perbagai maksud dan tujuan penggunaannya sesuai dengan keperluan bebagai pihak yang membutuhkan.[12]
1.      Berdasarkan bahan
Dua macam jenis uang dilihat dari bahan, yaitu:
a.       Uang logam, berbentuk koin yang terbuat dari logam, aluminium, kuningan, emas, perak dan bahan logam lainnya.
b.      Uang kertas, terbuat dari bahan kertas berkualitas tinggi, tahan tergadap air, tidak mudah rusak, robek atau luntur.
2.      Berdasarkan nilai
Terbagi dalam dua jenis, yaitu:
a.       Bernilai penuh (full bodied money), merupakan uang yang nilai intrinsiknya sama dengan nilai nominalnya, ini terdapat pada uang logam emas dan perak.
b.      Tidak bernilai penuh (representative full bodied money),uang yang merupakan nilai intrinsiknya lebih kecil daripada nilai nominalnya, hal ini terdapat pada uang kertas.
3.      Berdasarkan lembaga
Adalah lembaga yang memiliki kewenangan dalam menerbitkan atau mengeluarkan uang tersebut;
a.       Uang kartal, uang yang diterbitkan oleh bank sentral suatu negara, di Indonesia adalah bank Indonesia
b.      Uang giral, uang yang diterbitkan oleh bank umum, yaitu cek, bilyet giro, traveler cheque, dan kartu kredit.
4.      Berdasarkan kawasan
Merupakn bentuk mata uang yang berlaku pada suatu kawasan tertentu, yaitu;
a.       Uang lokal, uang yang berlaku pada negara tertentu seperti Rupiah di Indonesia, Ringgit Malaysia di Malaysia atau Rupe di India dst.
b.      Uang kawasan, uang yang penggunaannya berkalu pada kawasan tertentu dalam cakupannya lebih luas dari uang lokal, seperti mata uang UERO di Uni Eropa
c.       Uang internasional, uang yang berlaku antar negara dalam penggunaannya, seperti $US Dollar menjadi standar pembayaran Internasional
B.     KONSEP UANG DALAM EKONOMI ISLAM[13]
Konsep uang dalam ekonomi islam sangatlah berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang itu sangatlah jelas  dan tegas bawa uang itu adalah uang, uang bukan kapital. Berikutnya, dengan konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi islam tidak jelas. Istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan secara bolak balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai kapital.
Text Box: MV = PTPerbedaan lainnya adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept, sedangkan dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic S. Mishkim, mengungkapkan konsep Irving Fisher  menyatakan bahwa:

Keterangan:
M = jumlah uang
V = tingkat perputaran uang
P = tingkat harta barang
T = jumlah barang yang diperdagangkan
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang (V), maka semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang adalah flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa tidak ada sama sekali korelasi antara kebutuhan memegang uang (demand for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep fisher ini hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi islam, bahwa uang adalah flow concept, bukan stock concept.
Text Box: M = KPT            Pendapat lain yang diungkapkan oleh Mishkin adalah konsep dari marshall pigou dari Cambridge, yaitu:

Keterangan:
M = jumlah uang
K = 1/v
P = tingkat harga barang
T = jumlah barang yang diperdagangkan
Walaupun secara matematis k dapat dipindahkan kekiri atau kekanan, secara filosofis kedua konsep ini berbeda.dengan adanya k pada pemasaran Marshall pigou diatas menyatakan bawa demand for holding money adalah ssuatu proporsi (k) dari jumlah pendapatan (PT).  semakin besar daman for holding money (M) , untuk tingkat pendapatan tertentu (PT).   Konsep ini berarti Marshall pigou mengatakan bahwa uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan (store of wealth).
Dari urain diatas, jelas kita tidak boleh gegabah untuk mengatakan bahwa perbedaan islam dan konvensional adalah islam memandang uang sebagai flow concept, dan konvensional memandang uang sebagai stock concept.  Uang yang ketika mengalir adalah public goods (flow concept), ketika mengendap kepemilikan seseorang (stock concept), uang tersebut menjadi milik pribadi (private good).
Adapun perbedaan antara konsep uang dalam Islam dengan konvensional:
Konsep Islam
Konsep Konvensional
·         Uang tidak identic dengan modal
·         Uang adalah public goods
·         Modal adalah private goods
·         Uang adalah flow concept
·         Modal adalah stock concept
·         Uang sering kali diidentikan dengan modal
·         Uang (modal) adalah private goods
·         Uang (modal) adalah flow concept bigi fisher
·         Uang (modal) adalah stock concept bagi cambridge school

C.    TEORI PERMINTAAN UANG KONVENSIONAL DAN ISLAM
1.      Teori Permintaan Uang Dalam Ekonomi Konvensional
Teori permintaan uang dalam ekonomi konvensional terbagi kedalam tiga kelompok yaitu, teori permintaan uang sebelum keynes, teori permintaan uang menurut keynes, dan teori permintaan uang setelah keynes.[14]
a.       Teori Permintaan Uang sebelum Keynes
Teori permintaan uang sebelum keynes sering disebut sebagai teori permintaan uang klasik karena teori ini berdasarkan asumsi klasik, yaitu  perekonomian selalu dalam keadaan seimbang. Teori permintaaan uang sebelum Keynes diantaranya teori permintaan uang Irving Fisher dan teori permintaan uang Cambridge.
Menurut Fisher seperti yang diuraikan dalam bukunya Transaction Demand Theory of the Demand for Money, uang merupakan alat pertukaran. Teori ini didasarkan kepada falsafah hukum say, yaitu bahwa perekonomian selalu dalam keadaan full employment. Menurut Fisher jika terjadi suatu transaksi antara penjual dan pembeli, maka akan terjadi pertukaran uang dengan barang/jasa sehingga nilai dari uang yang ditukarkan pasti sama dengan barang/jasa yang diperoleh. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut.
MV = PT
Dimana:
M    : jumlah uang yang beredar
V    : tingkat kecepatan perputaran uang (velocity), yaitu berapa kali uang        berpindah tangan dari satu pemilik kepada pemilik lain dalam satu periode tertentu.
P     : harga barang/jasa yang ditukarkan
T     : jumlah (volume) barang/jasa yang menjadi objek transaksi.
Dalam versi lain, jumlah atau volume barang yang diperdagangkan (T) diganti dengan output riil sehingga persamaanya berubah menjadi:
MV=PO=Y
Dalam teori permintaan uang ini Irvin Fisher mengasumsikan bahwa keberadaan uang pada hakikatnya adalah flow concept dimana keberadaan uang atau permintaan uang tidak dipengaruhi oleh suku bunga akan tetapi besarkecilnya uang akan ditentukan oleh kecepatan perputaran uang tersebut.
Menurut kaum Cambridge yang diwakilkan oleh Marshal dan Pigou uang adalah merupakan alat penyimpanan kekayaan (store of wealth) dan bukan sebagai alat pembayaran. Teori permintaan uang menurut Cambridge menyatakan bahwa permintaan uang tunai dipengaruhi oleh tingkat bunga, jumlah kekayaan yang dimiliki, harapan tingkat bunga dimasa yang akan datang, dan tingkat harga. Namun dalam jangka pendek faktor-faktor tersebut bersifat konstan atau berubah secara proporsional terhadap pendapatan.Jadi mereka menyatakan bahwa keinginan seseorang untuk memegang uang tunai secara nominal adalah proporsional terhadap pendapatan nominal. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Md = kY
Dimana :
Md   : jumlah permintaan uang
K    : konstanta yang menunjukkan presentase jumlah uang tunai yang  dipegang terhadap pendapatan.
Y    : pendapatan nominal.
Teori permintaan uang menurut Fisher didasarkan kepada pendekatan transaksi (transaction approach) sedangkan teori permintaan uang menurut Cambridge didasarkan kepada pendekatan kebutuhan masyarakat memegang uang tunai (cash balance approach).
b.      Teori Permintaan Uang Menurut Keynes
Teori keuangan Keynes menerangkan tiga hal, yaitu: (1) Tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (menggunakan uang), (2) Faktor-faktor yang menentukan tingkat bunga, (3) Efek perubahan penawaran uang terhadap kegiatan ekonomi negara.[15]
Terkait dengan tujuan-tujuan masyarakat untuk meminta (memegang) uang, maka dapat diklasifikasikan atas 3 motif utama, yaitu :
1)      Motif transaksi (transaction motive), motif ini timbul karena uang digunakan untuk melakukan pembayaran secara reguler terhadap transaksi yang dilakukan. Besarnya permintaan uang untuk tujuan transaksi ini ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan (MDt = f(Y), artinya semakin besar tingkat pendapatan yang dihasilkan, maka jumlah uang diminta untuk transaksi juga mengalami peningkatan demikian sebaliknya.
2)      Motif berjaga-jaga (precautionary motive), selain untuk membiayai transaksi, maka uang diminta pula oleh masyarakat untuk keperluan di masa mendatang yang sifatnya berjaga-jaga. Besarnya permintaan uang untuk berjaga-jaga ditentukan oleh besarnya tingkat pendapatan pula. Semakin besar tingkat pendapatan permintaan uang untuk berjaga-jaga pun semakin besar. MDp = f(Y)
3)      Motif spekulasi (speculation motive), pada suatu sistem ekonomi modern diman lembaga keuangan masyarakat sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat mendorong masyarakatnya untuk menggunakan uangnya bagi kegiatan spekulasi, yaitu disimpan atau digunakan untuk membeli surat-surat berharga, seperti obligasi pemerintah, saham, atau instrumen lainnya. Faktor yang mempengaruhi besarnya permintaan uang dengan motif ini adalah besarnya suku bunga, dividen surat-surat berharga, ataupun capital gain, fungsi permintaannya adalah MDs = f(i).
Dari ketiga motif diatas, maka formula untuk permintaan uang menurut Keynes adalah:
MD = MDt + MDp + MDs
c.       Teori Permintaan Uang Setelah Keynes
Terdapat tiga teori permintaan uang setelah keynes, yaitu teori permintaan uang untuk tujuan transaksi oleh Baumol, teori permintaan uang untuk spekulasi oleh Thobin, dan teori permintaan uang menurut Friedman.
Menurut Baumol, adanya lembaga keuangan yang memberikan bunga menyebabkan orang yang memegang uang tunai mengalami kerugian yang disebut opportunity cost dimana ia kehilangan kesempatan memperoleh bunga dari pendapatannya. Semakin tinngi tingkat bunga, maka akan semakin tinggi pula biaya yang harus ditanggung seseorang dalam memegang uang tunai. Apabila ia menyimpan semua pendapatannya di lembaga keuangan maka orang tersebut akan memperoleh keuntungan dari bunga tetapi ia tidak dapat melakukan transaksi atau melakukan konsumsi.[16]
Kalau menurut Keynes seseorang memegang uang atau kekayaannya hanya memiliki dua pilihan yaitu seluruhnya dalam bentuk uang tunai atau seluruhnya dalam bentuk surat berharga. Hal ini dianggap tidaklah memuaskan menurut Tobin karena Keynes tidak memperhitungkan unsur ketidakpastian.Dalam menganilasa teori permintaan uang untuk tujuan spekulasi Tobin menggunakan pendekatan portofolio.Menurut Tobin setiap orang mengalami ketidakpastian. Seseorang yang memegang surat berharga pasti mengharapkan memperoleh pendapatan (e):
E = i + g
Dimana :
i =  bunga, g =  keuntungan modal
sehingga seseorang yang memegang surat berharga sejumlah (B) mengharapkan memperoleh pendapatan total (RT) sebesar:
RT = B x e = B (i+g)
Menurut  Friedman, seseorang atau suatu perusahaan memegang uang tunai lebih kepada alasan kepuasan (utility) sebgaimana barang tahan lama lainnya. Teori permintaan uang yang dirumuskan oleh Friedman adalah sebagai berikut:
Md= k(r1,.....,rj)y
Dimana:
Md      = permintaan uang tunai
r           = tingkat pengembalian (rete of return)
1,...j     = jenis kekayaan, termasuk tingkat bunga.
Dengan demikian, menurut Friedman jumlah uang yang diminta tergantung kepada tingkat pendapatan nasional. Hal ini sama dengan yang dikemukakan oleh Irving Fisher, namun perbedaannya adalah: (1) Nilai k bukanlah sesuatu yang konstan. Nilai k dapat berubah-ubah tergantung kepada perubahan tingkat bunga dan faktor lain yang dapat diramalkan. (2) Friedman tidak menganggap bahwa pendapatan selalu terjadi pada tingkat full employment. Dapat saja pendapatan terjadi di bawah tingakat full employment.
2.      Teori Permintaan Uang Dalam Ekonomi Islam
a.       Permintaan Uang Mazhab Iqtishaduna
Permintaan uang yang ditujukan hanya untuk memenuhi dua tujuan pokok, yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi. Secara matermatik formula permintaan uang dapat diformulasikan sebagai berikut:[17]
Md = Mdtrans + Mdpres
Dimana:
Md      = permintaan uang dalam masyarakat islam
Mdtrans  = kebutuhan akan transaksi ( transaction motif)
Mdprec  = kebutuhan untuk berjaga-berjaga (precautionary motif)
Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi tingkat pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan, permintaan akan uang untuk memfasilitasi transaksi barang dan jasa juga meningkat.
Fungsi permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga permintaan akan uang untuk investasi dan tabungan ) ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak tunai.
Setiap fungsi permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga dapat dituliskan sebagai berikut:
Mdtrans = f ( Y )
Mdprec  = f ( Y, Pt /Po )
Pt / Po adalah rasio harga antara harga bayar tangguh (future price) dengan harga bayar kini (present price) .
Dalam formula permintaan uang di bawah terlihat bahwa variabel bebas pendapatan mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar tangguh mempunyai koefisien negatif.
Md = f (Y+,pt/po)
b.      Permintaan Uang Mazhab Mainstream
Strategi utama mazhab mainstream adalah pengenaan pajak terhadap asset produktif yang menganggur (dues of iddle cash) dengan tujuan mengalokasikan sumber dana pada kegiatan usaha produktif. Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang dianggurkan, permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Kebijakan ini berdampak pada pola permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga.
Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Md = Md trans + Mdpre
Mdtrans = f (Y)
Mdpre&inv= f (Y, μ)
Dimana:
Md = Permintaan uang dalam masyarakat islam
Y   = Pendapatan
μ    = Tingkat biaya karena menyimpan uang dalam bentuk kas
Tingkat dues of iddle fund diwakili oleh nilai μ, Semakin tinggi nilai μ, semakin kecil permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga karena biayarisiko untuk membayar pajak terhadap uang tunai tersebut menjadi naik, apabila nilai μ relatif rendah, tindakan memegang atau menyimpan uang tunai relatif tidak berisiko. Tinggi rendahnya tingkat risiko menyimpan uang tunai (Ω) dipengaruhi oleh besarnya dues of iddle fund ( μ ) dikurangi risiko investasi ( Ψ )
Ω = μ – Ψ
Dalam persamaan di bawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabelpendapatan (Y) berbanding positif dengan banyaknya permintaan uangdan berbanding terbalik dengan nilai pajak yang dikenakan terhadap assetatau kekayaan yang dianggurkan (μ).
Md = f (Y+, μ_)
c.       Permintaan Uang Mazhab Alternatif
Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume transaksi yang ada dalam sektor riil.Permintaan uang dalam mazhab ini erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam Islam.Teori ini menjembatani pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil.
Permintaan uang adalah representasi keseluruhan kebutuhan transaksi dalam sektor riil). Semakin tinggi kapasitas dan volume sektor riil, semakin meningkat permintaan akan uang. Variabel yang mempengaruhi permintaan permintaan akan uang adalah variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan pemerintah dalam regulasi ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan kondisi riil perekonomian.
Secara matematis M.A Choudhury, memformulasikan permintaan akan uang sebagai berikut:
Formula diatas memperlihatkan hubungan antara variabel-variabel yang ada terhadap permintaan uang dan penawaran uang. Variabel bebas y, pendapatan riil yang dimiliki oleh seorang individu akan berhubungan secara positif dengan banyaknya permintaan akan uang. Variabel p, inflasi memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan banyaknya permintaan akan uang. Variabel pengeluaran nasional S, berhubungan secara positif dengan permintaan akan uang sedangkan X, dan Y adalah variabel untuk sosio-ekonomi dan kebijakan pemerintah. θ adalah induced-knowledge , pengetahuan masyarakat akan kondisi objektif tiap-tiap variabel, kualitas pengetahuan ini juga akan berpengaruh terhadap besaran permintaan akan uang yang diinginkan oleh seorang pelaku ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Dari pembahasan yang dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar/perdagangan.Disetujui adalah terdapat kata sepakat di antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar.
Perbedaan konsep uang dalam ekonomi Islam dan konvensional terdapat pada uang yang tidak identik dengan modal, uang adalah public goods, modal adalah private goods, uang adalah flow concept, dan modal adalah stock concept dalam konsep uang secara Islam. Sedangkan konsep uang dalam konvensional yaitu uang seringkali diidentikkan dengan modal, uang (modal) adalah private goods, Uang (modal) adalah flow concept bagi Fisher, dan Uang (modal) adalah stock concept bagi Cambridge School.












                                       


DAFTAR PUSTAKA
Huda, Nurul,dkk, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis.  Jakarta: Kencana, cet.4, 2014.
Natsir, M. Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Jakarta: Mitra Wacana media, 2014.
Rianto, Nur.Teori Makro Ekonomi Islam. Bandung: Alfabeta, 2010.
Firdaus, Rahmat,dkk.Pengantar Teori Moneter Serta Aplikasinya Dalam Ekonomi Konvensional dan Syariah. Bandung: Alfabeta,2011., 11-12
M. Natsir, Dr. Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Jakarta: Mitra Wacana media, 2014.
Nur Arianto, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis. Jakarta:Alfabeta, 2010.
Karim,Adiwarman  A. Ekonomi  Makro Islam, cet ke 7 (Jakarta: Rajawali Pers, 2014).
Sukirno,Sadono. Makroekonomi Teori pengantar, (Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2012)




[1] Huda, Nurul,dkk, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis.  Jakarta: Kencana, cet.4, 2014.hal.75
[2]Ibid, hal.76
[3] M. Natsir, Dr. Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Jakarta: Mitra Wacana media, 2014. Halm.15
[4] Nur Rianto, Teori Makro Ekonomi Islam. Bandung: Alfabeta, 2010., hal.114
[5]Rahmat Firdaus dkk, Pengantar Teori Moneter Serta Aplikasinya Dalam Ekonomi Konvensional dan Syariah. Bandung: Alfabeta,2011., 11-12
[6] Huda, Nurul,dkk, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis.  Jakarta: Kencana, cet.4, 2014.hal.75
[7]Ibid, hal.76
[8] M. Natsir, Dr. Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Jakarta: Mitra Wacana media, 2014. Halm.15
[9] Nur Rianto, Teori Makro Ekonomi Islam. Bandung: Alfabeta, 2010., hal.114
[10] Nurul Huda dkk, op.cit.,hal.76
[11]Nur Arianto, Teori Makroekonomi Islam Konsep, Teori dan Analisis. Jakarta:Alfabeta, 2010.,hal.47
[12]Ibid.,hal.51
[13]Adiwarman  A. Karim, Ekonomi  Makro Islam, cet ke 7 (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 77-80.
[14] Nurul Huda DKK, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 81-82
[15] Sadono Sukirno, Makroekonomi Teori pengantar, (Jakarta: RajaGrapindo Persada, 2012), h. 300
[16] Nurul Huda DKK, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 86
[17]Adiwarman  A. Karim, Ekonomi  Makro Islam, cet ke 7 (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 187

SOAL BAHASA ARAB SAT KELAS 10 DAN 11 ( SUSULAN/ REMEDIAL/PERBAIKAN NILAI)

 ASSALAMULAIKUM WRWB BAGI SISWA-SISWI YANG BELUM SEMPAT MENGIKUTI UJIAN BAHASA ARAB KELAS 10 DAN 11 DAPAT MENDOWNLOAD SOAL PADA LINK BERIKUT...