Senin, 05 Desember 2016

MAKRO EKONOMI ISLAM

A.     KEBIJAKAN MONETER
1.      PRINSIP DASAR KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar dan menciptakan stabilitas perekonomian. Pada dasarnya tujuan dari kebijakan moneter tidak ada perbedaan antara system konvensional dan system syariah. Akan tetapi prinsip dasar yang membedakan dari kebijakan moneter Islam adalah tidak menggunakan sistem “suku bunga” sebagai instrumen kebijakan moneternya. Yaitu menerapkan pada sistem keuangannya dengan pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan kepada tingkat suku bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.[1]

2.      INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER KONVENSIONAL
Beberapa Intrumen kebijakan moneter konvensional yang berjalan di Indonesia:[2]
a.      DISCOUNT RATE POLICY
Kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank-bank. Dengan tujuan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dan bank sentral pada waktunya akan mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya penetapatan diskonto rendah akan mendorong bank-bank meningkatkan permintaan pinjaman bank sentral yang selanjutnya akan menambah jumlah uang beredar.

b.      OPEN MARKET POLICY
Operasi pasar terbuka merupakan kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral. Hubungan dengan penjualan ini oleh bank sentral diharpakan akan memiliki damapak kontraksi moneter karena pengurangan alat-alat liquid bank-bank yang akan memperkecil kemampuan bank-bank memberikan pinjaman.
Sebaliknya pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan memilik dampak ekspansi moneter karena peningkatan alat-alat liquid bank-bank akan memperbesar kemampuannya dalam pemberian pinjaman.
Tujuan dilaksanakannya Operasi Pasar terbuka (OPT) adalah untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang dan pada gilirannya akan mempengaruhi suku bunga. OPT dilaksanakan melalui dua cara, yaitu penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah melalui fasilitas simpanan Bank Indonesia (FASBI)
Penjualan SBI melalui lelang agar tingkat diskonto menyesuaikan kondisi likuiditas pasar uang dan intervensi rupiah dilakukan dengan menyesuiakan kondisi pasar uang baik secara likuditas atau tingkat suku bunga.


c.       MINIMUM RESERVE REQUIREMENT
Ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank memelihara sejumlah alat-alat liquid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Dalam pelaksanannya, semakin kecil persentase tersebut, semakin besar kemampuan bank untuk memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Sebalikanya semakin besar persentase, semakin berkuran kemampuan bank memberikan pinjaman. Maka, besar dan kecilnya jumlah pinjaman perbankan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi jumlah uang beredar dan inilah Minimum Reserve Requirement sebagi alat untuk menambah dan mengurangi jumlah uang beredar.
Dalam penetapan besar dan kecilnya RR akan berdampak pada suku bunga. Semakin tinggi RR, mengakibatkan suku bunga pinjaman mengalami peningkatan karena cost of loanable fund menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah RR semakin rendah suku bunga pinjaman (lending rate).
Bank sentral merupakan lender of the last resort apabila memandang perlunya pengetatan dalam kebijakan moneter cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan dan juga berlaku sebaliknya.
Saat ini, ketentuan mengenai Minimum Reserve Requirement dikenal dengan cadangan wajib atau Giro Wajib Minimum (GWM) adalah sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.

3.      INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Terdapat sejumlah solusi Instrumen Kebijakan Moneter Islami yang ditawakan oleh Umer Chapra:[3]
a.      Target Pertumbuhan dalam M dan Mo
Setiap tahun bank sentral harus menentukan target pertumbuhan peredaran uang yang diinginkan (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi yang memadai dan berkesinambungan dan mata uang yang stabil. Denga target ini pertumbuhan dalam M ini harus dilihat ulang setiap kuartal atau kapan saja bila diinginkan untuk melihat kinerja perekonomian dan trend variable-variabel penting lainnya. Target ini dianggap bahwa kecepatan pendapatan uang (income velocity of money) dapat diprediksi dengan tepat pada periode tersebut. Diharapkan dalam suatu perekonomian Islam dengan dihapuskannya sistem bunga dan beberapa reformasi sebagai mana yang ditawarkan Dr. Umer Chapra. Hal ini harus tetap dikontrol agar target tetap terjaga dan diharapkan tidak terlalu sering merubah target jika tidak terdapat gejolak-gejolak ekonomi baik domestic atau eksternal.

Mengingat eratnya hubungan antara pertumbuhan pada M dan Pertumbuhan pada Mo atau mata uang berdaya tinggi (high powered money) yang didefinisikan sebagai mata uang dalam sirkulasi plus deposito bank pada bank sentral yang mana bank sentral wajib mengatur ketersediaan dan pertumbuhan Mo. Dengan hal ini dapat menuntut suatu kebijakan fiskal yang berorientasi kepada sasaran dan pengaturan yang tepat terhadap akses lembaga keuangan untuk mendapatkan kredit dari bank sentral.

b.      Saham Publik Terhadap Deposito Unjuk (Uang Giral)
Sebagian uang giral bank komersial pada ukuran tertentu, misalnya 25 persen, harus dialihkan kepada pemerintah untuk bisa mungkin membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara social di mana prinsip bagi hasil tidak layak atau tidak diinginkan. Ini merupakan bentuk tambahan bagi jumlah yang dilimpakan kepada pemerintah oleh bank sentral untuk melakukan ekspansi basis moneter (Mo). Adapun alasan dibalik gagasan ini, adalah:
1.      Bank-bank komersial bertindak sebagai agen
2.      Bank-bank itu tidak membayar pengembalian apapun pada uang giral
3.      Public tidak menanggung resiko apa pu pada deposito ini karena sepenuhnya dijamin.

c.       Cadangan Wajib Resmi
Dalam instrument ini, bank-bank komersial diwajibkan untuk menahan suatu proporsi tertentu, misalnya 10-20%, dari deposito unjuk merek dan disimpan dibank sentral sebagai cadangan wajib. Bank sentral harus membayar ongkos memobilisasi deposito ini kepada bank-bank komersial, sebagaimana pemerintah menanggung ongkos memobilisasi 25 persen diposito unjuk uang dialihkan kepada pemerintah. Model cadangan resmi ini dapat divariasikan oleh bank sentral dengan anjuran kebijakan moneter.
Alasan dari cadangan wajib ini hanya diberlakuakan kepada deposito unjuk, dikarenakan sifat ekuitas deposito mudharabah dalam sebuah perekonomian Islam. Dengan kata lain, cadangan wajib resmi akan membantu menjamin keamanan deposito dan likuiditas yang memadai bagi sistem perbankan.



d.      Pembatas Kredit
Alat-alat yang disebutkan sebelumnya akan mempermudah bank sentral dalam melakukan ekspansi yang diinginkan pada uang berdaya tinggi, ekspansi kredit masih dapat melebihi batas yang diinginkan. Penyebabnya adanya hal ini adalah:
1.      Tidak memungkinkannya dalam menentukan secara akurat kucuran dana kepada sistem perbankan, kecuali yang telah disediakan oleh pinjaman mudharabah bank sentral, terutama jika sebuah pasar uang masih kurang berkembang, seperti yang terjadi di Negara-negara muslim.
2.      Hubungan antara bank komersial dan ekspansi kredit tidak akurat benar. Karena perilaku uang merefleksikan senuah interaksi yang kompleks oleh berbagai factor internal dan eksternal perokonomian.
Maka, perlu menetapkan batasan pada kredit bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total adalah konsisten dengan target-target moneter. Dalam alokasi batasan ini diharapkan antara bank-bank komesial individual, wajib berhati-hati agar terjamin terwujudnya kompetisi yang sehat.
e.      Alokasi Kredit (pembiayaan) yang berorientasi kepada Nilai
Adanya kredit bank  terjadi karena dana uang dimiliki oleh public, kredit harus diaolkasikan dengan bijak agar bisa membantu mewujudkan kemaslahatan umat. Dalam hal ini kasus-kasus sumber-sumber daya yang disediakan Allah pada umumnya, harus mewujudkan sasaran masyarakat Islam dan kemuadian memaksiamalkan keuntungan pribadi. Dalam pencapaiannya menjamin bahwa:

¨       Alokasi kredit akan menimbulakan suatu produksi dan distribusi optimal bagi barang dan jasa yang diperlukan oleh sabagian besar anggota masyarakat.
¨       Manfaat kredit dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis di masyarakat.
Adapun cara tepat untuk mencapai tujuan dari 2 hal tersebut adalah dengan mempersiapkan suatu perencanaan yang berorientasi kepada nilai dan kemudian menyambungkan perencanaan ini dengan sistem perbankan komersial untuk implementasi yang efisien. Dengan pendekatan harus: pertama, menjelaskan kepada bank-bank komersial tentang sector dan area ekonomi mana yang harus didorong lewat pembiayaan bank-bank komersial dan apa sasaran-sasaran yang harus diwujudkan; kedua, mengadopsi tindakan-tindakan institusional asalakan masih dalam kerangka nilai-nilai Islam.

f.        Opsi/teknik lain
Bank sentral sebagai banknya para bank-bank, konsultasi dan rapat dengan bank-bank komersial, dapat saling bahu-membahu menjaga kekuatan dan pemecahan persoalan perbankan serta memberikan saran kepada mereka tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Penggunaan instrument suku bunga dan operasi pasar pada sistem perbankan konvensional , ada tiga instrument  yang dapat dipakai diharapkan bisa memiliki dampak langsung pada cadangan bank-bank komersial, yakni:
¨       Uang giral pemerintah yang terdapat pada bank-bank komersial; dengan meningkatkan atau mengurangi cadangan bank komersial, jika bank sentral diberi kekuasaan untuk melakukan hal ini diharapkan dapat menggeser uang giral pemerintah ke atau dari bank komersial sehingga mempengaruhi cadangan mereka secara langsung.
¨       Persetujuan tukar-menukar mata uang asing oleh bank sentral dengan bank komersial; melalu perjanjaian mata uang asing diharapkan Bank sentral dapat menukar mata uang lokal dangan mata uang asing ketika bank merasa tertekan, dengan mengahruskan bahwa bank tersebut akan membeli kembali valuta dari bank sentral setelah melalu periode tertentu dengan laju pertukaran yang berlaku. Dengan selisih antara laju permebelian oleh bank sentral dan pembelian kembali dapat diatur oleh bank sentral menjastifikasi kemampuan cadangan bank-bank komersial yang dikehendaki. Akan tetapi dalam koridor syariah, tidak diperbolehkan bagi bank-bank yang hendak melakukan spekulasi .
¨       “pengumpulan/penghimpunan umum”
Merupakan bentk penjanjian kooperatif antara bank-bank dalam naungan bank sentral untuk menyediakan keringanan kepada bank-bank pada saat mengalami persoalan liquiditas.
Selanjutnya tiga instrument lain direkomendasikan oleh Umer Chapra (2000) selain ketiga diatas, yang menurutnya banyak disarankan oleh literature perbankan Islam, yakni:
¨      Membeli dan menjual saham dan sertifikat bagi hasil untuk menggantikan obligasi pemerintah dalam operasi pasar.
¨      Rasio pembelian kembali pembiayaan.
¨      Rasio pemberian pinjaman.

g.      Musyarakah Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter (Belajar dari Sudan)[4]
Menjadi salah satu ijtihad dalam upaya mewujudkan sistem kebijakan moneter Islami adalah penggunaan instrument musyarakah, sebagai penganti instrument bunga dalam kebijakan moneter sebagimana mudharabah yang ditawarkan Umer Chapra(2000).

Aplikasi instrumen musyarakah dalam kebijakan moneter yaitu dalam bentuk surat berharga musyarakah, atau Central bank Certificate (COC).

Model lain yang dilakukan Bank Of Sudan (BOS) adalah pembelian saham dan kepemilikan perusahaan-perusahaan non keuangan oleh bank sentral, baik secara musyarakah atau mudharabah. Dalam konteks sistem ekonomi Islam, peran baitul mal dan lembaga-lembaga lainnya pada pelaksanaannya menjadikan bank sentral dapat mencapai sasarannya. Karena, dengan menjadi pemilik perusahaan sector riil, maka bank sentral bisa mengatrol, missal, tingkat pengangguran dengan meyalurkan dana-dananya ke sector-sektor padat karya. Sebaliknya apabila pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas, maka bank sentral bisa mengikat kontrak musyarakah dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang sasaran. Seperti industry yang dianggap mampu menggerakkan pertumbuahn ekonomi.

4.      DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Muhammad Umer, Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Cet. 1. 2000.
Huda, Nurul, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis. Jakarta: Kencana. Ed. 1, Cetakan Ke-1 2008.
Nasution, Mustafa Edwin dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.ke-5. 2015.
Pohan, Aulia, Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Ed.1, 2008.


B.      KEBIJAKAN FISKAL
1.      PRINSIP DASAR KEBIJAKAN FISKAL ISLAM
Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan yang berimbang dan adil dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.[5]
Dalam rangka memecahkan problematika ekonomi berdasarkan dari kajian fakta permasalahan ekonomi secara mendalam terungkap bahwa hakekat ekonomi terletak pada bagaimana distribusi harta/kekayaan dan jasa ditengah-tengah masyarakat sehingga pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana mewujudkan suatu mekanisme distribusi yang adil.[6] Sebagaimana Allah SWT. Memberikan kita petunjuk tentang masalah distribusi harta/ kekayaan ini dalam Firman-Nya:[7]
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

2.      3 FUNGSI PERANAN PEMERINTAH (FISKAL)
Menurut Musgrave (1959) dalam Makro Ekonomi Soediyono (2001) menyebutkan 3 Fungsi kebijakan pemerintah:[8]
a.      FUNGSI ALOKASI
Yaitu pengalokasian atau mengatur sumber daya yang sudah ada pada masyarakat agar bisa lebih maksimal mengelolanya. fungsi alokasi mengandung esensi mendorong terciptanya efisiensi perekonomian dan stimulasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara itu, fungsi distribusi menyangkut sarana distribusi kemakmuran, mengurangi kesenjangan dan mewujudkan keadilan ekonomi dan pembangunan.[9]

b.      FUNGSI DISTRIBUSI
Yaitu pemerataan hasil pendapatan Negara ke masyarakat secara totalitas, tidak hanya orang-orang tinggi saja yang menikmati hasil pendapatan Negara, namun masyarakatpun ikut serta menikmatinya. Dalam prinsip islam, distribusi adalah keadilan dan kemerataan atas kepemilikan “agar kekayaan tidak berputar pada orang-orang kaya saja” akan tetapi melalui instrument-instrumen zakat, infaq, sedekah, wakaf dll sebagai contoh.

c.       STABILISASI
Yaitu menjaga sumberdaya-sumber daya yang sudah ada agar stabil seperti kebutuhan pokok masyarakat, kesempatan kerja atau lowongan pekerjaan yang memadai. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan fiskal adalah memelihara tingkat pendapatan nasional actual mendekati potensialnya. Dengan tujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi” seringkali dimaknai sebagai manipulasi dari permintaan agregat agar pada saat yang sama mencapai full employment dan stabilitas harga (price stability).

3.      INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL ISLAM
Secara umum sumber pemasukan Negara dalam perspektif ekonomi Islam adalah zakat, usyur (pajak perdagangan), kharaj (pajak pertanian), jizyah (pajak perorangan), khums (pajak harta rampasan perang), warisan kalalah (orang yang tidak mempunyai ahli waris), kaffarat (denda) , hibah dan pendapatan lain yang bersumber dari usaha yang halal. Adapun Zakat, kharaj, jizyah, dan sebagaimana mempunyai dasar sesuai dengan ajaran islam yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah.[10]
Berikut beberapa penjelasan unsure utama instrumen kebijakan fiskal sebagai sumber pendapatan Negara dalam Islam.
1.      Zakat. Pada masa awal pemerintahan Islam, zakat dikumpulkan dalam bentuk uang tunai, hasil peternakan, dan hasil pertanian. Dan zakat profesi pada era komtemporer saat ini.
2.      Usyur
Usyur merupakan pajak yang harus dibayar oleh pedagang Muslim atau non-Muslim. Usyur/sepersepuluh atau berarti pajak yang dikenakan terhadap barang dagangan yang masuk ke Negara Islam atau di Negara Islam itu sendiri. Atau diistilahkan pada saat ini adalah pajak perdagangan atau bea cukai.
 Usyur dikenal pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab ra.dimana ketika pedagang Muslim berdagang ke Negara non-Muslim dipungut pajak perdagangannya, atas laporan Musa al- Asy’ari khalifah Umar menetapkan pajak pedagangan sebagaimana sebaliknya untuk menegakkan keadalian dan kesetaraan dalam perdagangan lintas Negara.
3.      Kharaj
Kharaj artinya keluar. Secara terminology, berart pajak yang dikeluarkan atas tanah yang ditaklukkan oleh pasukan Islam. Praktik kharaj ketika Rasulullah SAW membolehkan Yahudi Khaibar memiliki kembali tanah milik mereka dengan syarat mengeluarkan saparuh hasil panen tanah mereka kepada pemerintahan Islam sebagai kharaj. Pada masa khalifah Umar didirkanlah diwan al-kharaj agar administrasi dapat diatur secara sistematis dan tertib.
4.      Jizyah
Pada awal Islam pajak adalah Jizyah atau pajak kompensasi dalam arti merupakan pajak yang dikenakan kepada warga non-Muslim sebagai imbalan untuk jaminan kehidupan yang diberikan oleh Negara Islam. Pajak ini dipungut dari warga non-Muslim yang tinggal di wilayah Daulah Islamiyah. Pajak ini dipungut sebagai bentuk loyalitas dengan pemerintahan Islam, konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah perlindungan, jaminan keamanan jiwa dan harta, fasilitas ekonomi, social yang diberikan pemerinta Islam kepada mereka, dan sebagai kompensasi dibebaskan dari kewajiban ikut perang.
5.      Khums
Khumus merupakan sumber pendapatan Negara Islam, merupakan bagian dari harta ramapasan perang (ghanimah). Khums berarti 1/5 dari harta rampasan perang yang dikeluarkan untuk Allah, Rasul, karib kerabat Rasul, fakir, miskin, dan para musafir.
Dalam Islam, harta rampasan perang diberikan kepada tentara Muslim yang ikut dalam perang sebanyak 4/5 sedangkan 1/5 milik Allah. Ini menjadi bagian penting dalam pendapatan Negara dimana bagian milik Allah, Rasul, kerabat Rasul disalurkan ke baitul maal.
Adapun table klasifikasi dalam Adiwarman karim (2006) sumber-sumber pendapatan Negara pada masa Rasulullah SAW.[11]
Dari kaum Muslimin
Dari Kaum non-Muslim
Umum (primen dan sekunder)
1.      Zakat
2.      Ushur (5-10%)
3.      Ushur (2,5%)
4.      Zakat fitrah
5.      Wakaf
6.      Amwal fadhilah
7.      Nawaib
8.      Sedekah lain
9.      Khums
1.      Jizyah
2.      Kharaj
3.      Ushur (5%)
1.      Ghanimah
2.      Fai
3.      Uang tebusan
4.      Pinjmana dari kamu Muslimin atau non-Muslim
5.      Hadiah dari pemimpin atau pemerintah Negara lain

Kesimpulan dari Instrumen-instrumen kebijakan fiskal pada masa awal Islam sebagai fungsinya adalah memanfaatkan sumberdaya yang ada kepada alokasi yang benar dengan dengan distribusi yang adil dan merata sehingga terwujudnya kestabilan kesejahteraan ekonomi masyarakat keseluruhan  dan tidak terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin tanpa mengurangi tujuan untuk mengabdi kepada Allah SWT.


Daftar Pustaka
Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi., Jakarta: Rajawali Press, 2015
Euis Amalia, Dr, M.Ag, Sejarah pemikiran EKonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Gramata Publishing, 2010
Adiwarman Karim,Ir, SE, MBA, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam., Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Soediyono, Prof, Ekonomi Makro,.Yogyakarta: BPFE UGM, 2001


C.       
a.      PRINSIP DASAR PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN ALAM DALAM ETIMOLOGI /TERMINOLOGI
1.      AL INTIFA’ ((الإنتفاعberasal dari (نفع) yang berarti manfaat, kegunaan, keperluan, penggunaan keuntungan, kebaikan,dan kesejahteraan.kata (انتفع)  berarti menggunakan, memanfaatkan, mengambil keuntungan. (الانتفاع) adalah pemanfaatan dan pengelolaan dari sumber daya alam oleh manusia dengan berbagai cara daik tradisional maupun dengan teknologi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia secara keseluruhan.
Terminologi (انتفاع)Pemanfaatan dan Pengelolaan dalam Sumber Daya Alam adalah mengelola mengambil keuntungan dengan baik, arif dan bijak sana sesuai dengan kebutuhan manusia. Sumber daya Alam terdiri dari 3 unsur Darat, Laut dan Udara. Pengelolaan dan mengambil manfaat atau keuntungan ekonomis dari tiga unsur tersebut oleh manusia dapat membantu manusia memenuhi kebutuhannya. Dalam pengelolaan dan pemanfaat untuk diambil keuntungannya dari sumber daya alam, dalam cover syariat apa yang diolah dan dimanfaatkan dari apa yang ada di bumi ini pastinya menimbulkan kerusakan (الافساد) karena efek eksploitasi dan industrialisasi hingga menimbulkan pencemaran daratan seperti hutan gundul, sampah, penggalian dll, sedang kan udara dalam bentuk polusi udara menyebabkan efek rumah kaca, sedangankan laut limbah-limbah industry, minyak dll. Dalam konteks Islam dalam setiap kegitan di atas harus adanya perbaikan kembali dan harus adanya program penangan dari efek yang ditimbulkan terhadap Lingkungan hidup baik darat, laut dan udara.

2.      AL I’TIBAR  (الاعتبار) berasal dari (اعتبر) mempertimbangkan, memikirkan, mengambil pelajaran dalam konteks ini berarti mempertimbangkan dampak yang ditumbulkan dari pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam terhadap lingkungan kebaikan dan keburukan.
Terminologi perbaikan (اصلاح) dalam konteks saat ini adalah pelestarian, restorasi dan konservasi dalam konteks perbaikan lingkungan hidup untuk pembanganan berkelanjutan. Pelestarian dan perbaiakan ekosistem karena makhluk hidup di dunia adalah satu kesatuan dalam ekosistem. Jika salah satu dari ekosistem rusak maka akan berdampak bagi social, budaya, ekonomi dan lingkungan hidup khususnya. Menjaga lingkungan hidup atas apa yang telah dimanfaatkan atau diolah adalah hal penting, karena mencegah memelihara lebih utama dari pada memperbaiki karena butuh waktu yang lama dan tenaga pikiran yang kuat. Ledakan pertumbuhan hidup adalah menjadi masalah social dan ekonomi khususnya dan kebutuhan akan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhannya akan semakin meningkat. Dalam islam perlu adanya pengontrolan dan pengelolaan dalam memenuhi kebutuhan ini. Pemaham terhadap perilaku produsen dan perilaku konsumen yang taat akan perhatiannya terhadap lingkuang hidup guna pembangunan berkelanjutan. Pelestarian hutan, konservasi hewani dan hayati, reboisasai dll merupakan sebagian bantuk dari usaha manusia dalam memperbaiki lingkungan hidupnya dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

3.      AL ISLAH (الإصلاح) berasal dari (اصلح)   memperbaiki, mengembalikan, memugar (الاصلاح) dalam konteks ini adalah reformasi, perbaikan, pemugaran, restorasi, koreksi, konservasi terhadap sumber daya alam karena dampak eksploitasi dan produksi demi kepentingan manusia.
Terminologi (اعتبار)‘Itibar dalam konteks pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam adalah memikirkan dan mempertimbangkan setiap kegiatan ini yang bersifat ekonomis karena diambil keuntungannya. Sebab akibat dari dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan hidup merupakan dampak dari kegiatan ini sehingga manusia sadar jika tidak adanya kebijakan pertimbangan dan pemikiran untuk kehidupan dan pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan hidup manusia dalam kesatuan ekosistem. Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah pemakmur bumi bukan untuk merusak bumi. Contok dampak dari perusakan lingkungan adalah meningkatnya panas bumi, pencairan kutub, banjir bandang karena eksploitasi hutan yang melampaui batas dll. Allah memperingatkan manusia dari dampak kegiatannya di dara,laut dan udara. 


b.      REVIEW JURNAL
1.      Judul    : KETAHAN KREDIT PERBNKAN SYARIAH TERHADAP KRISIS KEUANGAN GLOBAL
Penulis: IHDA FAIZ Mahasiswa M.Si FEB UGM
Jurnal Ekonomi Islam La_Riba
Fakultas Ekonomi Uneversitas Negeri Malang
Volume IV, Nomer. 02, Desember 2010

2.      Tujuan penelitian        :
Merupakan studi empiris untuk membuktikan berbagai asumsi-asumsi tentang kondisi sistem kerja atau kinerja antara Perbankan Syariah dan Konvensional yang tahan terhadap krisi keuangan Global. Penelitian ini berusaha mengungkap bagaimana pola pengelolaan kredit oleh kedua jenis perbankan di Indonesia serta reaksi kedua jenis perbankan tersebut atas krisis keuangan global yang pernah terjadi pada periode tahun 2008-2010.

3.      Metode Penelitian      : 
a.      Deskripsi data
Penelitian berasal dari publikasi Statistik Perbankan Indonesia dan Satatistik Perbankan Syariah dari Bank Indonesia serta beberapa data makroekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data perbankan syariah yang digunakan terdiri dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sedang perbankan umum diambil secara agregat. Laporan BI dianggap telah mengakomodir seluruh perbankan (bank syariah atau konvensional). Penelitian diambil periode pengamatan dari tahun 2003 kuartal I hingga 2010 kuartal I dengan data yang berperiode kuartalan.

b.      Variabel dan Definisi Operasional
Variable yang digunakan yang mewakili indkator makroekonomi dan representasi dalam penyaluran kredit. Variable makroekonomi yang digunakan adalah:
Inflasi (INF), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Wadhiah Bank Indonesia (SWBI), Gross Domestic Product (GDP),  dan Nilai tukara rupiah terhadap US dollar (EXR).
Adapun variable internal mencakup:
Non performing Loan (NPL) untuk bank konvensional, Non Performing Financing (NPF) untuk bank syariah dan besarnya kredit yaitu LOAN untuk bank konvensional dan FIN untuk bank syariah.  Vaiable dummy denga cut off untuk mengamati perbedaan respon perbankan atas krisis financial global.

c.       Model penelitian
2 Model metode yang digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini yaitu Vector Auto Regression (VAR) dan regresi berganda atau Ordinary Least Square (OLS).
Hasil Penelitian
Hubungan variable independen yang memiliki hubungan signifikan dengan variable dependen. Untuk perbankan konvensional, variable INF, SBI dan LDR adalah variable yang signifikan berhubungan dengan NPL.
Sedangkan LOAN, GDP dan INF tidak signifikan berpengaruh terhadap NPL.
Sedangkan Syariah variable yang signifikan berhubungan dengan NPF adalah FIN, GDP dan EXR. Variable SWBI tidak termasuk variable yang mempengaruhi NPF. Sedang variable EXR tidak signifikan.

4.      Hasil
Terjadinya krisis keuangan global yang seringkali melalui mekanisme makro ekonomi dapat dihindari perbankan syariah dengan tidak bergantungnya bank syariah pada instrumen global. Dalam pengamatan menggunakan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) terhadap kedua jenis perbankan, terlihat tingkat NPL/NPF masingmasing bank sangat dipengaruhi oleh lag NPL/NPF sendiri pada periode sebelumnya. Hal ini dapat diartikan besarnya kredit macet yang akan dihadapi oleh perbankan akan sangat tergantung pada skema dan model pemberian kredit yang digunakan serta kontrol atasnya. Dalam hal ini pembedaan jenis kredit macet bank syariah (NPF) dan konvensional (NPL) dapat digunakan sebagai komparasi pengaruh perbedaan pemakaian model penyaluran kredit atas aspek potensi kredit macet masa datang.
Beberapa temuan di atas ini juga dapat digunakan sebagai jawaban atas hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bukti empiris bahwa sistem perbankan syariah dengan sampel Malaysia tidak jauh beda dengan sistem perbankan konvensional.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya keterkaitan (kausalitas) antara deposito perbankan Islam dan konvensional. Perbankan Islam tidak sepenuhnya menerapkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing/PLS) yang bebas bunga (intereet free) karena ternyata deposito Islam dipengaruhi kuat oleh tingkat suku bunga deposito bank konvensional. Dua kemungkinan penyebabnya yaitu konsep pendanaan PLS dihadapkan pada problem agency theory atau bisa jadi pola pengelolaan dana syariah masih disandarkan pada praktek berbasis bunga (interest based). Kondisi tersebut bisa saja terjadi bila dalam perkembangannya Malaysia lebih bersifat liberal dalam mengeluarkan fatwa izin produk perbankan syariah untuk menggenjot pertumbuhan.
Jika tidak ditangani oleh dewan pengawas syariah yang kapabel (faqih) dan kurangnya kontrol kehati-hatian (prudential monitoring) atas perbankan syariah dikhawatirkan akan terjadi moral hazard dalam pengelolaan dana nasabah di lapangan.
Berbeda dengan kondisi Indonesia yang ulamanya dikenal cukup rigid (ketat) dalam mengeluarkan fatwa kehalalan produk perbankan syariah, praktik perbankan syariah justru berjalan lebih aman, murni dan sustainable. Itulah mengapa perkembangan bank syariah di Indonesia dinilai cukup lambat dibanding Malaysia. Berbagai jenis dan model krisis keuangan pun tidak akan menjangkiti perekonomian yang dibangun berdasarkan ketentuan Islam. Dari sisi makroekonomi temuan penelitian lain sebelumnya menunjukkan kecilnya porsi model perekonomian Islam dalam penciptaan krisis keuangan global tahun lalu. Dari sisi mikronya, hasil penelitian ini memperkuat karakter ketahanan model bisnis Islam dan watak kemandirian yang diciptakannya dibanding sistem saat ini.

5.      Kesimpulan     :
Penelitian ini semakin memperkuat hasil dari beberapa penelitian sebelumnya
yang menggambarkan stabilitas perbankan syariah serta keunggulan sistem kerja dan produk yang ditawarkan dibanding perbankan konvensional. Faktor yang berpengaruh negative dan signifikan terhadap NPF bank syariah adalah besarnya jumlah pembiayaan dan tingkat PDB. Sedangkan nilai tukar berpengaruh negatif namun tidak cukup signifikan. Sedangkan indikator makroekonomi lainnya (inflasi, SBI, SWBI) tidak berpengaruh terhadap NPF bank syariah. Di sisi lain tingkat NPL bank konvensional sangat tergantung pada tingkat inflasi yang terjadi (positif) dan besarnya LDR (negatif). Hal ini juga menunjukkan ketergantungan bank konvensional pada bunga dan sektor keuangan. Hubungan NPL dan LDR yang negatif menunjukkan tidak berfungsinya aspek intermediary bank konvensional terhadap dunia usaha sehingga memperparah decoupling sektor riil dan moneter. Temuan lain menunjukkan bahwa besarnya NPL bank konvensional terpengaruh krisis keuangan global yang terjadi tahun lalu sedangkan di bank syariah cenderung resisten.

6.      Critical Review
Pada dasarnya sistem keuangan dalam perbankan di Indonesia baik bank Syariah atau bank konvensial adalah sistem bunga (interest). Adanya kebijakan BI rate dan beberapa kebijakan moneter dan instrument-intrumennya sebagai pendukung kebijakan tersebut.
Pasar uang yang mengikuti koneksi keuangan global menjadikan sistem yang rapuh dan tidak adanya kemandirian ketika salah satu keuangan negara yang menganut ini mengalami krisis akan berdampak pada sistem keuangan pada negara lain contohnya krisis Amerika dan hubungannya dengan Indonsesia.
Penguatan sistem keuangan syariah harusnya tidak menganut sistem global ini, akan tetapi menetapkan sebagai mana sistem yang ditetapkan sebabai sistem syariah sebagai sistem perbankan yaitu profit loss sharing (PLS).
Inflasi merupakan masalah moneter yang perlu dikendalikan, sehingga tidak terjadi kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Adanya dual system bank merupakan pilihan bagi masyarakat secara umum sebagai sudut pandang sebagai aspek bisnis adalah profit atau keuntungan. Akan tetapi dari aspek ketahan sistem keuangan dan ekonomi jelas menunjukkan sistem keungan syariah lebih dapat bertahan dari pada sistem perbankan konvensional karena Rate/ interest (bunga) dan istrumen produknya, yang mana sistem ini mengikuti sistem keuangan global jika satu bermasalah maka berdapak pada bagian yang lain.
Dalam makro ekonomi peran dan fungsi bank adalah menciptakan stabilitas moneter melalui intrumen-intrumen kebijakannya. Terdapat dual system bankin syariah dan konvensional diharapkan mampu memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian Indonesia. Dalam konsep ekonomi syariah instrument bunga (interest) menjadi masalah dalam memacu stabilitas moneter ketika mengalami krisis, sebagai solusi syariahnya adalah dengan sistem Profit loss sharing (PLS) dan mengacu pada sistem moneter pada konsep moneter Umer Chapra (2000) sebagai model kebijakan moneter bebas bunga.
 









[1] Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pedekatan Teoretis. Jakarta: Kencana, 2008, halm. 168
[2] Aulia Pohan, Potret kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, halm. 31
[3] M.Umer Chapra, Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1, 2000, halm, 141
[4]  Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.,ke-5, 2015. Halm. 279
[5] Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press – Ed. 1 – Cet. 2, 2015. Halm. 210
[6] Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.,ke-5, 2015. Halm. 205
[7] QS.59:7
[8] Soediyono, Makro Ekonomi, Yogyakarta: BPFE UGM, 2001
[9] http://www.setjen.kemenkeu.go.id/Berita/3-fungsi-pokok-kebijakan-fiskal
[10] Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press – Ed. 1 – Cet. 2, 2015. Halm. 212-222
[11] Karim, Adiwarman, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam., Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Halm, 48

SOAL BAHASA ARAB SAT KELAS 10 DAN 11 ( SUSULAN/ REMEDIAL/PERBAIKAN NILAI)

 ASSALAMULAIKUM WRWB BAGI SISWA-SISWI YANG BELUM SEMPAT MENGIKUTI UJIAN BAHASA ARAB KELAS 10 DAN 11 DAPAT MENDOWNLOAD SOAL PADA LINK BERIKUT...