A. KEBIJAKAN
MONETER
1. PRINSIP DASAR
KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Kebijakan moneter adalah kebijakan
pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah
uang beredar dan menciptakan stabilitas perekonomian. Pada dasarnya tujuan dari
kebijakan moneter tidak ada perbedaan antara system konvensional dan system
syariah. Akan tetapi prinsip dasar yang membedakan dari kebijakan moneter Islam
adalah tidak menggunakan sistem “suku bunga” sebagai instrumen kebijakan
moneternya. Yaitu menerapkan pada sistem keuangannya dengan pembagian
keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan kepada tingkat
suku bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.[1]
2.
INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER KONVENSIONAL
Beberapa Intrumen kebijakan moneter
konvensional yang berjalan di Indonesia:[2]
a. DISCOUNT RATE
POLICY
Kebijakan
moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan
diskonto pinjaman bank sentral kepada bank-bank. Dengan tujuan bank-bank akan
mengurangi permintaan kredit dan bank sentral pada waktunya akan mengurangi
jumlah uang beredar. Sebaliknya penetapatan diskonto rendah akan mendorong
bank-bank meningkatkan permintaan pinjaman bank sentral yang selanjutnya akan
menambah jumlah uang beredar.
b. OPEN MARKET
POLICY
Operasi
pasar terbuka merupakan kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank
sentral. Hubungan dengan penjualan ini oleh bank sentral diharpakan akan
memiliki damapak kontraksi moneter karena pengurangan alat-alat liquid
bank-bank yang akan memperkecil kemampuan bank-bank memberikan pinjaman.
Sebaliknya
pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan memilik dampak ekspansi
moneter karena peningkatan alat-alat liquid bank-bank akan memperbesar
kemampuannya dalam pemberian pinjaman.
Tujuan
dilaksanakannya Operasi Pasar terbuka (OPT) adalah untuk mempengaruhi
likuiditas rupiah di pasar uang dan pada gilirannya akan mempengaruhi suku
bunga. OPT dilaksanakan melalui dua cara, yaitu penjualan Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah melalui fasilitas simpanan Bank Indonesia
(FASBI)
Penjualan
SBI melalui lelang agar tingkat diskonto menyesuaikan kondisi likuiditas pasar
uang dan intervensi rupiah dilakukan dengan menyesuiakan kondisi pasar uang
baik secara likuditas atau tingkat suku bunga.
c. MINIMUM RESERVE
REQUIREMENT
Ketentuan
bank sentral yang mewajibkan bank-bank memelihara sejumlah alat-alat liquid (reserve)
sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Dalam pelaksanannya,
semakin kecil persentase tersebut, semakin besar kemampuan bank untuk
memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang
lebih besar kepada masyarakat. Sebalikanya semakin besar persentase, semakin
berkuran kemampuan bank memberikan pinjaman. Maka, besar dan kecilnya jumlah
pinjaman perbankan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi jumlah uang
beredar dan inilah Minimum Reserve Requirement sebagi alat untuk menambah dan
mengurangi jumlah uang beredar.
Dalam
penetapan besar dan kecilnya RR akan berdampak pada suku bunga. Semakin tinggi
RR, mengakibatkan suku bunga pinjaman mengalami peningkatan karena cost of
loanable fund menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah RR semakin
rendah suku bunga pinjaman (lending rate).
Bank
sentral merupakan lender of the last resort apabila memandang perlunya
pengetatan dalam kebijakan moneter cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan
dan juga berlaku sebaliknya.
Saat ini,
ketentuan mengenai Minimum Reserve Requirement dikenal dengan cadangan wajib
atau Giro Wajib Minimum (GWM) adalah sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang
diterima oleh bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan
di Bank Indonesia.
3.
INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Terdapat sejumlah solusi Instrumen
Kebijakan Moneter Islami yang ditawakan oleh Umer Chapra:[3]
a. Target
Pertumbuhan dalam M dan Mo
Setiap
tahun bank sentral harus menentukan target pertumbuhan peredaran uang yang
diinginkan (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Yaitu laju pertumbuhan
ekonomi yang memadai dan berkesinambungan dan mata uang yang stabil. Denga
target ini pertumbuhan dalam M ini harus dilihat ulang setiap kuartal atau
kapan saja bila diinginkan untuk melihat kinerja perekonomian dan trend
variable-variabel penting lainnya. Target ini dianggap bahwa kecepatan
pendapatan uang (income velocity of money) dapat diprediksi dengan tepat
pada periode tersebut. Diharapkan dalam suatu perekonomian Islam dengan dihapuskannya
sistem bunga dan beberapa reformasi sebagai mana yang ditawarkan Dr. Umer
Chapra. Hal ini harus tetap dikontrol agar target tetap terjaga dan diharapkan
tidak terlalu sering merubah target jika tidak terdapat gejolak-gejolak ekonomi
baik domestic atau eksternal.
Mengingat eratnya hubungan antara
pertumbuhan pada M dan Pertumbuhan pada Mo atau
mata uang berdaya tinggi (high powered money) yang didefinisikan sebagai
mata uang dalam sirkulasi plus deposito bank pada bank sentral yang mana bank
sentral wajib mengatur ketersediaan dan pertumbuhan Mo. Dengan hal ini dapat
menuntut suatu kebijakan fiskal yang berorientasi kepada sasaran dan pengaturan
yang tepat terhadap akses lembaga keuangan untuk mendapatkan kredit dari bank
sentral.
b. Saham Publik
Terhadap Deposito Unjuk (Uang Giral)
Sebagian uang giral bank komersial
pada ukuran tertentu, misalnya 25 persen, harus dialihkan kepada pemerintah
untuk bisa mungkin membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara social di
mana prinsip bagi hasil tidak layak atau tidak diinginkan. Ini merupakan bentuk
tambahan bagi jumlah yang dilimpakan kepada pemerintah oleh bank sentral untuk
melakukan ekspansi basis moneter (Mo). Adapun alasan dibalik gagasan ini,
adalah:
1. Bank-bank
komersial bertindak sebagai agen
2. Bank-bank itu
tidak membayar pengembalian apapun pada uang giral
3. Public tidak
menanggung resiko apa pu pada deposito ini karena sepenuhnya dijamin.
c. Cadangan Wajib
Resmi
Dalam instrument ini, bank-bank
komersial diwajibkan untuk menahan suatu proporsi tertentu, misalnya 10-20%,
dari deposito unjuk merek dan disimpan dibank sentral sebagai cadangan wajib. Bank
sentral harus membayar ongkos memobilisasi deposito ini kepada bank-bank
komersial, sebagaimana pemerintah menanggung ongkos memobilisasi 25 persen
diposito unjuk uang dialihkan kepada pemerintah. Model cadangan resmi ini dapat
divariasikan oleh bank sentral dengan anjuran kebijakan moneter.
Alasan dari cadangan wajib ini hanya
diberlakuakan kepada deposito unjuk, dikarenakan sifat ekuitas deposito mudharabah
dalam sebuah perekonomian Islam. Dengan kata lain, cadangan wajib resmi akan
membantu menjamin keamanan deposito dan likuiditas yang memadai bagi sistem
perbankan.
d. Pembatas Kredit
Alat-alat yang disebutkan sebelumnya
akan mempermudah bank sentral dalam melakukan ekspansi yang diinginkan pada
uang berdaya tinggi, ekspansi kredit masih dapat melebihi batas yang
diinginkan. Penyebabnya adanya hal ini adalah:
1. Tidak
memungkinkannya dalam menentukan secara akurat kucuran dana kepada sistem
perbankan, kecuali yang telah disediakan oleh pinjaman mudharabah bank
sentral, terutama jika sebuah pasar uang masih kurang berkembang, seperti yang
terjadi di Negara-negara muslim.
2. Hubungan antara
bank komersial dan ekspansi kredit tidak akurat benar. Karena perilaku uang
merefleksikan senuah interaksi yang kompleks oleh berbagai factor internal dan
eksternal perokonomian.
Maka, perlu menetapkan batasan pada kredit bank komersial
untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total adalah konsisten dengan
target-target moneter. Dalam alokasi batasan ini diharapkan antara bank-bank
komesial individual, wajib berhati-hati agar terjamin terwujudnya kompetisi
yang sehat.
e. Alokasi Kredit
(pembiayaan) yang berorientasi kepada Nilai
Adanya kredit bank terjadi karena dana uang dimiliki oleh
public, kredit harus diaolkasikan dengan bijak agar bisa membantu mewujudkan
kemaslahatan umat. Dalam hal ini kasus-kasus sumber-sumber daya yang disediakan
Allah pada umumnya, harus mewujudkan sasaran masyarakat Islam dan kemuadian
memaksiamalkan keuntungan pribadi. Dalam pencapaiannya menjamin bahwa:
¨ Alokasi kredit
akan menimbulakan suatu produksi dan distribusi optimal bagi barang dan jasa
yang diperlukan oleh sabagian besar anggota masyarakat.
¨ Manfaat kredit
dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis di masyarakat.
Adapun cara tepat untuk mencapai tujuan dari 2 hal tersebut
adalah dengan mempersiapkan suatu perencanaan yang berorientasi kepada nilai
dan kemudian menyambungkan perencanaan ini dengan sistem perbankan komersial
untuk implementasi yang efisien. Dengan pendekatan harus: pertama,
menjelaskan kepada bank-bank komersial tentang sector dan area ekonomi mana
yang harus didorong lewat pembiayaan bank-bank komersial dan apa
sasaran-sasaran yang harus diwujudkan; kedua, mengadopsi
tindakan-tindakan institusional asalakan masih dalam kerangka nilai-nilai
Islam.
f.
Opsi/teknik lain
Bank sentral sebagai banknya para
bank-bank, konsultasi dan rapat dengan bank-bank komersial, dapat saling
bahu-membahu menjaga kekuatan dan pemecahan persoalan perbankan serta
memberikan saran kepada mereka tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
mengatasi kesulitan dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Penggunaan instrument suku bunga dan
operasi pasar pada sistem perbankan konvensional , ada tiga instrument yang dapat dipakai diharapkan bisa memiliki
dampak langsung pada cadangan bank-bank komersial, yakni:
¨ Uang giral
pemerintah yang terdapat pada bank-bank komersial; dengan meningkatkan atau mengurangi
cadangan bank komersial, jika bank sentral diberi kekuasaan untuk melakukan hal
ini diharapkan dapat menggeser uang giral pemerintah ke atau dari bank
komersial sehingga mempengaruhi cadangan mereka secara langsung.
¨ Persetujuan
tukar-menukar mata uang asing oleh bank sentral dengan bank komersial; melalu perjanjaian mata uang asing
diharapkan Bank sentral dapat menukar mata uang lokal dangan mata uang asing
ketika bank merasa tertekan, dengan mengahruskan bahwa bank tersebut akan
membeli kembali valuta dari bank sentral setelah melalu periode tertentu dengan
laju pertukaran yang berlaku. Dengan selisih antara laju permebelian oleh bank
sentral dan pembelian kembali dapat diatur oleh bank sentral menjastifikasi
kemampuan cadangan bank-bank komersial yang dikehendaki. Akan tetapi dalam
koridor syariah, tidak diperbolehkan bagi bank-bank yang hendak melakukan
spekulasi .
¨
“pengumpulan/penghimpunan umum”
Merupakan bentk penjanjian kooperatif
antara bank-bank dalam naungan bank sentral untuk menyediakan keringanan kepada
bank-bank pada saat mengalami persoalan liquiditas.
Selanjutnya tiga instrument lain direkomendasikan oleh Umer
Chapra (2000) selain ketiga diatas, yang menurutnya banyak disarankan oleh
literature perbankan Islam, yakni:
¨ Membeli dan
menjual saham dan sertifikat bagi hasil untuk menggantikan obligasi pemerintah
dalam operasi pasar.
¨ Rasio pembelian
kembali pembiayaan.
¨ Rasio pemberian
pinjaman.
g. Musyarakah
Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter (Belajar dari Sudan)[4]
Menjadi salah satu ijtihad dalam
upaya mewujudkan sistem kebijakan moneter Islami adalah penggunaan instrument
musyarakah, sebagai penganti instrument bunga dalam kebijakan moneter
sebagimana mudharabah yang ditawarkan Umer Chapra(2000).
Aplikasi instrumen musyarakah dalam
kebijakan moneter yaitu dalam bentuk surat berharga musyarakah, atau Central
bank Certificate (COC).
Model lain yang dilakukan Bank Of
Sudan (BOS) adalah pembelian saham dan kepemilikan perusahaan-perusahaan non
keuangan oleh bank sentral, baik secara musyarakah atau mudharabah. Dalam
konteks sistem ekonomi Islam, peran baitul mal dan lembaga-lembaga lainnya pada
pelaksanaannya menjadikan bank sentral dapat mencapai sasarannya. Karena,
dengan menjadi pemilik perusahaan sector riil, maka bank sentral bisa mengatrol,
missal, tingkat pengangguran dengan meyalurkan dana-dananya ke sector-sektor
padat karya. Sebaliknya apabila pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas, maka
bank sentral bisa mengikat kontrak musyarakah dengan perusahaan-perusahaan yang
bergerak dalam bidang sasaran. Seperti industry yang dianggap mampu
menggerakkan pertumbuahn ekonomi.
4.
DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Muhammad Umer, Sistem Moneter Islam. Jakarta:
Gema Insani Press. Cet. 1. 2000.
Huda, Nurul, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis.
Jakarta: Kencana. Ed. 1, Cetakan Ke-1 2008.
Nasution, Mustafa Edwin dkk, Pengenalan Eksklusif
Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.ke-5. 2015.
Pohan, Aulia, Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada. Ed.1, 2008.
B.
KEBIJAKAN FISKAL
1.
PRINSIP DASAR KEBIJAKAN FISKAL ISLAM
Prinsip Islam tentang kebijakan
fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang
didasarkan atas distribusi kekayaan yang berimbang dan adil dengan menempatkan
nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.[5]
Dalam rangka memecahkan problematika
ekonomi berdasarkan dari kajian fakta permasalahan ekonomi secara mendalam
terungkap bahwa hakekat ekonomi terletak pada bagaimana distribusi
harta/kekayaan dan jasa ditengah-tengah masyarakat sehingga pemecahan
permasalahan ekonomi adalah bagaimana mewujudkan suatu mekanisme distribusi yang
adil.[6]
Sebagaimana Allah SWT. Memberikan kita petunjuk tentang masalah distribusi
harta/ kekayaan ini dalam Firman-Nya:[7]
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ
الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى
وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ
مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya
(dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk
Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka
terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.
2. 3 FUNGSI PERANAN PEMERINTAH
(FISKAL)
Menurut Musgrave (1959) dalam Makro Ekonomi Soediyono (2001) menyebutkan
3 Fungsi kebijakan pemerintah:[8]
a. FUNGSI ALOKASI
Yaitu pengalokasian atau mengatur
sumber daya yang sudah ada pada masyarakat agar bisa lebih maksimal
mengelolanya. fungsi alokasi mengandung esensi mendorong terciptanya efisiensi
perekonomian dan stimulasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara
itu, fungsi distribusi menyangkut sarana distribusi kemakmuran, mengurangi
kesenjangan dan mewujudkan keadilan ekonomi dan pembangunan.[9]
b. FUNGSI DISTRIBUSI
Yaitu pemerataan hasil pendapatan
Negara ke masyarakat secara totalitas, tidak hanya orang-orang tinggi saja yang
menikmati hasil pendapatan Negara, namun masyarakatpun ikut serta menikmatinya.
Dalam prinsip islam, distribusi adalah keadilan dan kemerataan atas kepemilikan
“agar kekayaan tidak berputar pada orang-orang kaya saja” akan tetapi
melalui instrument-instrumen zakat, infaq, sedekah, wakaf dll sebagai contoh.
c. STABILISASI
Yaitu menjaga sumberdaya-sumber
daya yang sudah ada agar stabil seperti kebutuhan pokok masyarakat, kesempatan
kerja atau lowongan pekerjaan yang memadai. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi
kebijakan fiskal adalah memelihara tingkat pendapatan nasional actual mendekati
potensialnya. Dengan tujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi” seringkali
dimaknai sebagai manipulasi dari permintaan agregat agar pada saat yang sama
mencapai full employment dan stabilitas harga (price stability).
3. INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL ISLAM
Secara umum sumber
pemasukan Negara dalam perspektif ekonomi Islam adalah zakat, usyur
(pajak perdagangan), kharaj (pajak pertanian), jizyah (pajak
perorangan), khums (pajak harta rampasan perang), warisan kalalah
(orang yang tidak mempunyai ahli waris), kaffarat (denda) , hibah dan
pendapatan lain yang bersumber dari usaha yang halal. Adapun Zakat, kharaj,
jizyah, dan sebagaimana mempunyai dasar sesuai dengan ajaran islam yang
terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah.[10]
Berikut beberapa penjelasan
unsure utama instrumen kebijakan fiskal sebagai sumber pendapatan Negara dalam Islam.
1. Zakat. Pada masa awal pemerintahan Islam, zakat dikumpulkan dalam bentuk uang
tunai, hasil peternakan, dan hasil pertanian. Dan zakat profesi pada era
komtemporer saat ini.
2. Usyur
Usyur merupakan pajak yang harus dibayar oleh pedagang Muslim atau
non-Muslim. Usyur/sepersepuluh atau berarti pajak yang dikenakan
terhadap barang dagangan yang masuk ke Negara Islam atau di Negara Islam itu
sendiri. Atau diistilahkan pada saat ini adalah pajak perdagangan atau bea
cukai.
Usyur dikenal pada masa pemerintahan
khalifah Umar Bin Khattab ra.dimana ketika pedagang Muslim berdagang ke Negara
non-Muslim dipungut pajak perdagangannya, atas laporan Musa al- Asy’ari
khalifah Umar menetapkan pajak pedagangan sebagaimana sebaliknya untuk
menegakkan keadalian dan kesetaraan dalam perdagangan lintas Negara.
3. Kharaj
Kharaj artinya keluar. Secara terminology, berart pajak yang dikeluarkan atas
tanah yang ditaklukkan oleh pasukan Islam. Praktik kharaj ketika
Rasulullah SAW membolehkan Yahudi Khaibar memiliki kembali tanah milik mereka
dengan syarat mengeluarkan saparuh hasil panen tanah mereka kepada pemerintahan
Islam sebagai kharaj. Pada masa khalifah Umar didirkanlah diwan
al-kharaj agar administrasi dapat diatur secara sistematis dan tertib.
4. Jizyah
Pada awal Islam pajak adalah Jizyah
atau pajak kompensasi dalam arti merupakan pajak yang dikenakan kepada warga
non-Muslim sebagai imbalan untuk jaminan kehidupan yang diberikan oleh Negara
Islam. Pajak ini dipungut dari warga non-Muslim yang tinggal di wilayah Daulah
Islamiyah. Pajak ini dipungut sebagai bentuk loyalitas dengan pemerintahan
Islam, konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah perlindungan, jaminan
keamanan jiwa dan harta, fasilitas ekonomi, social yang diberikan pemerinta
Islam kepada mereka, dan sebagai kompensasi dibebaskan dari kewajiban ikut
perang.
5. Khums
Khumus merupakan sumber pendapatan Negara Islam, merupakan bagian dari harta
ramapasan perang (ghanimah). Khums berarti 1/5 dari harta
rampasan perang yang dikeluarkan untuk Allah, Rasul, karib kerabat Rasul,
fakir, miskin, dan para musafir.
Dalam Islam, harta rampasan perang
diberikan kepada tentara Muslim yang ikut dalam perang sebanyak 4/5 sedangkan
1/5 milik Allah. Ini menjadi bagian penting dalam pendapatan Negara dimana
bagian milik Allah, Rasul, kerabat Rasul disalurkan ke baitul maal.
Adapun table klasifikasi dalam Adiwarman karim (2006) sumber-sumber
pendapatan Negara pada masa Rasulullah SAW.[11]
Dari kaum Muslimin
|
Dari Kaum non-Muslim
|
Umum (primen dan sekunder)
|
1.
Zakat
2.
Ushur (5-10%)
3.
Ushur (2,5%)
4.
Zakat fitrah
5.
Wakaf
6.
Amwal fadhilah
7.
Nawaib
8.
Sedekah lain
9.
Khums
|
1.
Jizyah
2.
Kharaj
3.
Ushur (5%)
|
1.
Ghanimah
2.
Fai
3.
Uang tebusan
4.
Pinjmana dari
kamu Muslimin atau non-Muslim
5.
Hadiah dari
pemimpin atau pemerintah Negara lain
|
Kesimpulan dari Instrumen-instrumen kebijakan fiskal pada masa awal Islam
sebagai fungsinya adalah memanfaatkan sumberdaya yang ada kepada alokasi yang
benar dengan dengan distribusi yang adil dan merata sehingga terwujudnya
kestabilan kesejahteraan ekonomi masyarakat keseluruhan dan tidak terjadi kesenjangan antara si kaya
dan si miskin tanpa mengurangi tujuan untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Daftar Pustaka
Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam Teori
dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi., Jakarta: Rajawali Press, 2015
Euis Amalia, Dr, M.Ag, Sejarah pemikiran
EKonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Gramata
Publishing, 2010
Adiwarman Karim,Ir, SE,
MBA, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam., Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006.
Soediyono, Prof, Ekonomi
Makro,.Yogyakarta: BPFE UGM, 2001
C.
a. PRINSIP DASAR
PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN ALAM DALAM ETIMOLOGI /TERMINOLOGI
1. AL INTIFA’ ((الإنتفاعberasal dari (نفع) yang berarti
manfaat, kegunaan, keperluan, penggunaan keuntungan, kebaikan,dan
kesejahteraan.kata (انتفع) berarti menggunakan, memanfaatkan, mengambil
keuntungan. (الانتفاع) adalah
pemanfaatan dan pengelolaan dari sumber daya alam oleh manusia dengan berbagai
cara daik tradisional maupun dengan teknologi, sehingga dapat memenuhi
kebutuhan manusia secara keseluruhan.
Terminologi
(انتفاع)Pemanfaatan dan Pengelolaan dalam
Sumber Daya Alam adalah mengelola mengambil keuntungan dengan baik, arif dan
bijak sana sesuai dengan kebutuhan manusia. Sumber daya Alam terdiri dari 3
unsur Darat, Laut dan Udara. Pengelolaan dan mengambil manfaat atau keuntungan
ekonomis dari tiga unsur tersebut oleh manusia dapat membantu manusia memenuhi
kebutuhannya. Dalam pengelolaan dan pemanfaat untuk diambil keuntungannya dari
sumber daya alam, dalam cover syariat apa yang diolah dan dimanfaatkan dari apa
yang ada di bumi ini pastinya menimbulkan kerusakan (الافساد) karena efek eksploitasi dan
industrialisasi hingga menimbulkan pencemaran daratan seperti hutan gundul,
sampah, penggalian dll, sedang kan udara dalam bentuk polusi udara menyebabkan
efek rumah kaca, sedangankan laut limbah-limbah industry, minyak dll. Dalam
konteks Islam dalam setiap kegitan di atas harus adanya perbaikan kembali dan
harus adanya program penangan dari efek yang ditimbulkan terhadap Lingkungan
hidup baik darat, laut dan udara.
2. AL I’TIBAR (الاعتبار) berasal dari (اعتبر) mempertimbangkan, memikirkan, mengambil pelajaran dalam
konteks ini berarti mempertimbangkan dampak yang ditumbulkan dari pemanfaatan
dan pengelolaan sumber daya alam terhadap lingkungan kebaikan dan keburukan.
Terminologi
perbaikan (اصلاح) dalam konteks saat ini adalah pelestarian, restorasi dan
konservasi dalam konteks perbaikan lingkungan hidup untuk pembanganan
berkelanjutan. Pelestarian dan perbaiakan ekosistem karena makhluk hidup di
dunia adalah satu kesatuan dalam ekosistem. Jika salah satu dari ekosistem
rusak maka akan berdampak bagi social, budaya, ekonomi dan lingkungan hidup
khususnya. Menjaga lingkungan hidup atas apa yang telah dimanfaatkan atau
diolah adalah hal penting, karena mencegah memelihara lebih utama dari pada
memperbaiki karena butuh waktu yang lama dan tenaga pikiran yang kuat. Ledakan
pertumbuhan hidup adalah menjadi masalah social dan ekonomi khususnya dan
kebutuhan akan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhannya akan semakin
meningkat. Dalam islam perlu adanya pengontrolan dan pengelolaan dalam memenuhi
kebutuhan ini. Pemaham terhadap perilaku produsen dan perilaku konsumen yang
taat akan perhatiannya terhadap lingkuang hidup guna pembangunan berkelanjutan.
Pelestarian hutan, konservasi hewani dan hayati, reboisasai dll merupakan
sebagian bantuk dari usaha manusia dalam memperbaiki lingkungan hidupnya dengan
tujuan pembangunan berkelanjutan.
3. AL ISLAH
(الإصلاح) berasal dari (اصلح) memperbaiki, mengembalikan, memugar (الاصلاح) dalam konteks ini adalah reformasi, perbaikan, pemugaran,
restorasi, koreksi, konservasi terhadap sumber daya alam karena dampak
eksploitasi dan produksi demi kepentingan manusia.
Terminologi
(اعتبار)‘Itibar dalam konteks pemanfaatan dan
pengelolaan sumber daya alam adalah memikirkan dan mempertimbangkan setiap
kegiatan ini yang bersifat ekonomis karena diambil keuntungannya. Sebab akibat
dari dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan hidup merupakan dampak dari
kegiatan ini sehingga manusia sadar jika tidak adanya kebijakan pertimbangan
dan pemikiran untuk kehidupan dan pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan
hidup manusia dalam kesatuan ekosistem. Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah
pemakmur bumi bukan untuk merusak bumi. Contok dampak dari perusakan lingkungan
adalah meningkatnya panas bumi, pencairan kutub, banjir bandang karena
eksploitasi hutan yang melampaui batas dll. Allah memperingatkan manusia dari
dampak kegiatannya di dara,laut dan udara.
b. REVIEW JURNAL
1. Judul : KETAHAN KREDIT PERBNKAN SYARIAH TERHADAP
KRISIS KEUANGAN GLOBAL
Penulis:
IHDA FAIZ Mahasiswa M.Si FEB UGM
Jurnal
Ekonomi Islam La_Riba
Fakultas
Ekonomi Uneversitas Negeri Malang
Volume
IV, Nomer. 02, Desember 2010
2. Tujuan
penelitian :
Merupakan
studi empiris untuk membuktikan berbagai asumsi-asumsi tentang kondisi sistem
kerja atau kinerja antara Perbankan Syariah dan Konvensional yang tahan
terhadap krisi keuangan Global. Penelitian ini berusaha mengungkap bagaimana
pola pengelolaan kredit oleh kedua jenis perbankan di Indonesia serta reaksi
kedua jenis perbankan tersebut atas krisis keuangan global yang pernah terjadi
pada periode tahun 2008-2010.
3. Metode
Penelitian :
a. Deskripsi data
Penelitian
berasal dari publikasi Statistik Perbankan Indonesia dan Satatistik Perbankan
Syariah dari Bank Indonesia serta beberapa data makroekonomi dari Badan Pusat
Statistik (BPS). Data perbankan syariah yang digunakan terdiri dari Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah sedang perbankan umum diambil secara agregat.
Laporan BI dianggap telah mengakomodir seluruh perbankan (bank syariah atau
konvensional). Penelitian diambil periode pengamatan dari tahun 2003 kuartal I
hingga 2010 kuartal I dengan data yang berperiode kuartalan.
b. Variabel dan
Definisi Operasional
Variable
yang digunakan yang mewakili indkator makroekonomi dan representasi dalam
penyaluran kredit. Variable makroekonomi yang digunakan adalah:
Inflasi
(INF), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Wadhiah Bank Indonesia
(SWBI), Gross Domestic Product (GDP), dan Nilai tukara rupiah terhadap US dollar
(EXR).
Adapun
variable internal mencakup:
Non
performing Loan
(NPL) untuk bank konvensional, Non Performing Financing (NPF) untuk bank
syariah dan besarnya kredit yaitu LOAN untuk bank konvensional dan FIN untuk
bank syariah. Vaiable dummy denga
cut off untuk mengamati perbedaan respon perbankan atas krisis financial
global.
c. Model penelitian
2
Model metode yang digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini yaitu Vector
Auto Regression (VAR) dan regresi berganda atau Ordinary Least Square
(OLS).
Hasil
Penelitian
Hubungan
variable independen yang memiliki hubungan signifikan dengan variable dependen.
Untuk perbankan konvensional, variable INF, SBI dan LDR adalah variable yang
signifikan berhubungan dengan NPL.
Sedangkan
LOAN, GDP dan INF tidak signifikan berpengaruh terhadap NPL.
Sedangkan
Syariah variable yang signifikan berhubungan dengan NPF adalah FIN, GDP dan
EXR. Variable SWBI tidak termasuk variable yang mempengaruhi NPF. Sedang
variable EXR tidak signifikan.
4. Hasil
Terjadinya
krisis keuangan global yang seringkali melalui mekanisme makro ekonomi dapat
dihindari perbankan syariah dengan tidak bergantungnya bank syariah pada
instrumen global. Dalam pengamatan menggunakan Forecast Error Variance
Decomposition (FEVD) terhadap kedua jenis perbankan, terlihat tingkat NPL/NPF
masingmasing bank sangat dipengaruhi oleh lag NPL/NPF sendiri pada periode
sebelumnya. Hal ini dapat diartikan besarnya kredit macet yang akan dihadapi
oleh perbankan akan sangat tergantung pada skema dan model pemberian kredit
yang digunakan serta kontrol atasnya. Dalam hal ini pembedaan jenis kredit
macet bank syariah (NPF) dan konvensional (NPL) dapat digunakan sebagai
komparasi pengaruh perbedaan pemakaian model penyaluran kredit atas aspek
potensi kredit macet masa datang.
Beberapa
temuan di atas ini juga dapat digunakan sebagai jawaban atas hasil penelitian
sebelumnya yang menunjukkan bukti empiris bahwa sistem perbankan syariah dengan
sampel Malaysia tidak jauh beda dengan sistem perbankan konvensional.
Hal
ini ditunjukkan dengan adanya keterkaitan (kausalitas) antara deposito
perbankan Islam dan konvensional. Perbankan Islam tidak sepenuhnya menerapkan
sistem bagi hasil (profit and loss sharing/PLS) yang bebas bunga (intereet
free) karena ternyata deposito Islam dipengaruhi kuat oleh tingkat suku
bunga deposito bank konvensional. Dua kemungkinan penyebabnya yaitu konsep
pendanaan PLS dihadapkan pada problem agency theory atau bisa jadi pola
pengelolaan dana syariah masih disandarkan pada praktek berbasis bunga (interest
based). Kondisi tersebut bisa saja terjadi bila dalam perkembangannya
Malaysia lebih bersifat liberal dalam mengeluarkan fatwa izin produk perbankan
syariah untuk menggenjot pertumbuhan.
Jika
tidak ditangani oleh dewan pengawas syariah yang kapabel (faqih) dan kurangnya
kontrol kehati-hatian (prudential monitoring) atas perbankan syariah
dikhawatirkan akan terjadi moral hazard dalam pengelolaan dana nasabah di
lapangan.
Berbeda
dengan kondisi Indonesia yang ulamanya dikenal cukup rigid (ketat) dalam
mengeluarkan fatwa kehalalan produk perbankan syariah, praktik perbankan
syariah justru berjalan lebih aman, murni dan sustainable. Itulah
mengapa perkembangan bank syariah di Indonesia dinilai cukup lambat dibanding
Malaysia. Berbagai jenis dan model krisis keuangan pun tidak akan menjangkiti
perekonomian yang dibangun berdasarkan ketentuan Islam. Dari sisi makroekonomi
temuan penelitian lain sebelumnya menunjukkan kecilnya porsi model perekonomian
Islam dalam penciptaan krisis keuangan global tahun lalu. Dari sisi mikronya,
hasil penelitian ini memperkuat karakter ketahanan model bisnis Islam dan watak
kemandirian yang diciptakannya dibanding sistem saat ini.
5. Kesimpulan :
Penelitian
ini semakin memperkuat hasil dari beberapa penelitian sebelumnya
yang
menggambarkan stabilitas perbankan syariah serta keunggulan sistem kerja dan
produk yang ditawarkan dibanding perbankan konvensional. Faktor yang
berpengaruh negative dan signifikan terhadap NPF bank syariah adalah besarnya jumlah
pembiayaan dan tingkat PDB. Sedangkan nilai tukar berpengaruh negatif namun
tidak cukup signifikan. Sedangkan indikator makroekonomi lainnya (inflasi, SBI,
SWBI) tidak berpengaruh terhadap NPF bank syariah. Di sisi lain tingkat NPL
bank konvensional sangat tergantung pada tingkat inflasi yang terjadi (positif)
dan besarnya LDR (negatif). Hal ini juga menunjukkan ketergantungan bank
konvensional pada bunga dan sektor keuangan. Hubungan NPL dan LDR yang negatif
menunjukkan tidak berfungsinya aspek intermediary bank konvensional terhadap
dunia usaha sehingga memperparah decoupling sektor riil dan moneter. Temuan lain
menunjukkan bahwa besarnya NPL bank konvensional terpengaruh krisis keuangan global
yang terjadi tahun lalu sedangkan di bank syariah cenderung resisten.
6. Critical Review
Pada
dasarnya sistem keuangan dalam perbankan di Indonesia baik bank Syariah atau
bank konvensial adalah sistem bunga (interest). Adanya kebijakan BI rate
dan beberapa kebijakan moneter dan instrument-intrumennya sebagai pendukung
kebijakan tersebut.
Pasar
uang yang mengikuti koneksi keuangan global menjadikan sistem yang rapuh dan
tidak adanya kemandirian ketika salah satu keuangan negara yang menganut ini
mengalami krisis akan berdampak pada sistem keuangan pada negara lain contohnya
krisis Amerika dan hubungannya dengan Indonsesia.
Penguatan
sistem keuangan syariah harusnya tidak menganut sistem global ini, akan tetapi
menetapkan sebagai mana sistem yang ditetapkan sebabai sistem syariah sebagai
sistem perbankan yaitu profit loss sharing (PLS).
Inflasi
merupakan masalah moneter yang perlu dikendalikan, sehingga tidak terjadi kecenderungan
dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Adanya
dual system bank merupakan pilihan bagi masyarakat secara umum sebagai sudut
pandang sebagai aspek bisnis adalah profit atau keuntungan. Akan tetapi dari
aspek ketahan sistem keuangan dan ekonomi jelas menunjukkan sistem keungan
syariah lebih dapat bertahan dari pada sistem perbankan konvensional karena Rate/
interest (bunga) dan istrumen produknya, yang mana sistem ini mengikuti
sistem keuangan global jika satu bermasalah maka berdapak pada bagian yang
lain.
Dalam makro ekonomi peran dan fungsi
bank adalah menciptakan stabilitas moneter melalui intrumen-intrumen kebijakannya.
Terdapat dual system bankin syariah dan konvensional diharapkan mampu
memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian Indonesia. Dalam konsep
ekonomi syariah instrument bunga (interest) menjadi masalah dalam
memacu stabilitas moneter ketika mengalami krisis, sebagai solusi syariahnya
adalah dengan sistem Profit loss sharing (PLS) dan mengacu pada sistem
moneter pada konsep moneter Umer Chapra (2000) sebagai model kebijakan moneter
bebas bunga.
[1]
Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pedekatan Teoretis. Jakarta: Kencana,
2008, halm. 168
[2]
Aulia Pohan, Potret kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2008, halm. 31
[3]
M.Umer Chapra, Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1,
2000, halm, 141
[4] Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan
Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.,ke-5, 2015.
Halm. 279
[5]
Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas
Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press – Ed. 1 – Cet. 2, 2015. Halm. 210
[6]
Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana. Cet.,ke-5, 2015. Halm. 205
[7]
QS.59:7
[8] Soediyono,
Makro Ekonomi, Yogyakarta: BPFE UGM, 2001
[9] http://www.setjen.kemenkeu.go.id/Berita/3-fungsi-pokok-kebijakan-fiskal
[10]
Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas
Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press – Ed. 1 – Cet. 2, 2015. Halm.
212-222
[11]
Karim, Adiwarman, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam., Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2006. Halm, 48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar