Senin, 05 Desember 2016

MAKRO EKONOMI ISLAM

A.     KEBIJAKAN MONETER
1.      PRINSIP DASAR KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar dan menciptakan stabilitas perekonomian. Pada dasarnya tujuan dari kebijakan moneter tidak ada perbedaan antara system konvensional dan system syariah. Akan tetapi prinsip dasar yang membedakan dari kebijakan moneter Islam adalah tidak menggunakan sistem “suku bunga” sebagai instrumen kebijakan moneternya. Yaitu menerapkan pada sistem keuangannya dengan pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan kepada tingkat suku bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.[1]

2.      INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER KONVENSIONAL
Beberapa Intrumen kebijakan moneter konvensional yang berjalan di Indonesia:[2]
a.      DISCOUNT RATE POLICY
Kebijakan moneter bank sentral untuk mempengaruhi jumlah uang beredar melalui penetapan diskonto pinjaman bank sentral kepada bank-bank. Dengan tujuan bank-bank akan mengurangi permintaan kredit dan bank sentral pada waktunya akan mengurangi jumlah uang beredar. Sebaliknya penetapatan diskonto rendah akan mendorong bank-bank meningkatkan permintaan pinjaman bank sentral yang selanjutnya akan menambah jumlah uang beredar.

b.      OPEN MARKET POLICY
Operasi pasar terbuka merupakan kegiatan jual beli surat-surat berharga oleh bank sentral. Hubungan dengan penjualan ini oleh bank sentral diharpakan akan memiliki damapak kontraksi moneter karena pengurangan alat-alat liquid bank-bank yang akan memperkecil kemampuan bank-bank memberikan pinjaman.
Sebaliknya pembelian surat-surat berharga oleh bank sentral akan memilik dampak ekspansi moneter karena peningkatan alat-alat liquid bank-bank akan memperbesar kemampuannya dalam pemberian pinjaman.
Tujuan dilaksanakannya Operasi Pasar terbuka (OPT) adalah untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang dan pada gilirannya akan mempengaruhi suku bunga. OPT dilaksanakan melalui dua cara, yaitu penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah melalui fasilitas simpanan Bank Indonesia (FASBI)
Penjualan SBI melalui lelang agar tingkat diskonto menyesuaikan kondisi likuiditas pasar uang dan intervensi rupiah dilakukan dengan menyesuiakan kondisi pasar uang baik secara likuditas atau tingkat suku bunga.


c.       MINIMUM RESERVE REQUIREMENT
Ketentuan bank sentral yang mewajibkan bank-bank memelihara sejumlah alat-alat liquid (reserve) sebesar persentase tertentu dari kewajiban lancarnya. Dalam pelaksanannya, semakin kecil persentase tersebut, semakin besar kemampuan bank untuk memanfaatkan reserve-nya untuk memberikan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar kepada masyarakat. Sebalikanya semakin besar persentase, semakin berkuran kemampuan bank memberikan pinjaman. Maka, besar dan kecilnya jumlah pinjaman perbankan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi jumlah uang beredar dan inilah Minimum Reserve Requirement sebagi alat untuk menambah dan mengurangi jumlah uang beredar.
Dalam penetapan besar dan kecilnya RR akan berdampak pada suku bunga. Semakin tinggi RR, mengakibatkan suku bunga pinjaman mengalami peningkatan karena cost of loanable fund menjadi semakin tinggi. Sebaliknya, semakin rendah RR semakin rendah suku bunga pinjaman (lending rate).
Bank sentral merupakan lender of the last resort apabila memandang perlunya pengetatan dalam kebijakan moneter cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan dan juga berlaku sebaliknya.
Saat ini, ketentuan mengenai Minimum Reserve Requirement dikenal dengan cadangan wajib atau Giro Wajib Minimum (GWM) adalah sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia.

3.      INSTRUMEN KEBIJAKAN MONETER ISLAM
Terdapat sejumlah solusi Instrumen Kebijakan Moneter Islami yang ditawakan oleh Umer Chapra:[3]
a.      Target Pertumbuhan dalam M dan Mo
Setiap tahun bank sentral harus menentukan target pertumbuhan peredaran uang yang diinginkan (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi yang memadai dan berkesinambungan dan mata uang yang stabil. Denga target ini pertumbuhan dalam M ini harus dilihat ulang setiap kuartal atau kapan saja bila diinginkan untuk melihat kinerja perekonomian dan trend variable-variabel penting lainnya. Target ini dianggap bahwa kecepatan pendapatan uang (income velocity of money) dapat diprediksi dengan tepat pada periode tersebut. Diharapkan dalam suatu perekonomian Islam dengan dihapuskannya sistem bunga dan beberapa reformasi sebagai mana yang ditawarkan Dr. Umer Chapra. Hal ini harus tetap dikontrol agar target tetap terjaga dan diharapkan tidak terlalu sering merubah target jika tidak terdapat gejolak-gejolak ekonomi baik domestic atau eksternal.

Mengingat eratnya hubungan antara pertumbuhan pada M dan Pertumbuhan pada Mo atau mata uang berdaya tinggi (high powered money) yang didefinisikan sebagai mata uang dalam sirkulasi plus deposito bank pada bank sentral yang mana bank sentral wajib mengatur ketersediaan dan pertumbuhan Mo. Dengan hal ini dapat menuntut suatu kebijakan fiskal yang berorientasi kepada sasaran dan pengaturan yang tepat terhadap akses lembaga keuangan untuk mendapatkan kredit dari bank sentral.

b.      Saham Publik Terhadap Deposito Unjuk (Uang Giral)
Sebagian uang giral bank komersial pada ukuran tertentu, misalnya 25 persen, harus dialihkan kepada pemerintah untuk bisa mungkin membiayai proyek-proyek yang bermanfaat secara social di mana prinsip bagi hasil tidak layak atau tidak diinginkan. Ini merupakan bentuk tambahan bagi jumlah yang dilimpakan kepada pemerintah oleh bank sentral untuk melakukan ekspansi basis moneter (Mo). Adapun alasan dibalik gagasan ini, adalah:
1.      Bank-bank komersial bertindak sebagai agen
2.      Bank-bank itu tidak membayar pengembalian apapun pada uang giral
3.      Public tidak menanggung resiko apa pu pada deposito ini karena sepenuhnya dijamin.

c.       Cadangan Wajib Resmi
Dalam instrument ini, bank-bank komersial diwajibkan untuk menahan suatu proporsi tertentu, misalnya 10-20%, dari deposito unjuk merek dan disimpan dibank sentral sebagai cadangan wajib. Bank sentral harus membayar ongkos memobilisasi deposito ini kepada bank-bank komersial, sebagaimana pemerintah menanggung ongkos memobilisasi 25 persen diposito unjuk uang dialihkan kepada pemerintah. Model cadangan resmi ini dapat divariasikan oleh bank sentral dengan anjuran kebijakan moneter.
Alasan dari cadangan wajib ini hanya diberlakuakan kepada deposito unjuk, dikarenakan sifat ekuitas deposito mudharabah dalam sebuah perekonomian Islam. Dengan kata lain, cadangan wajib resmi akan membantu menjamin keamanan deposito dan likuiditas yang memadai bagi sistem perbankan.



d.      Pembatas Kredit
Alat-alat yang disebutkan sebelumnya akan mempermudah bank sentral dalam melakukan ekspansi yang diinginkan pada uang berdaya tinggi, ekspansi kredit masih dapat melebihi batas yang diinginkan. Penyebabnya adanya hal ini adalah:
1.      Tidak memungkinkannya dalam menentukan secara akurat kucuran dana kepada sistem perbankan, kecuali yang telah disediakan oleh pinjaman mudharabah bank sentral, terutama jika sebuah pasar uang masih kurang berkembang, seperti yang terjadi di Negara-negara muslim.
2.      Hubungan antara bank komersial dan ekspansi kredit tidak akurat benar. Karena perilaku uang merefleksikan senuah interaksi yang kompleks oleh berbagai factor internal dan eksternal perokonomian.
Maka, perlu menetapkan batasan pada kredit bank komersial untuk menjamin bahwa penciptaan kredit total adalah konsisten dengan target-target moneter. Dalam alokasi batasan ini diharapkan antara bank-bank komesial individual, wajib berhati-hati agar terjamin terwujudnya kompetisi yang sehat.
e.      Alokasi Kredit (pembiayaan) yang berorientasi kepada Nilai
Adanya kredit bank  terjadi karena dana uang dimiliki oleh public, kredit harus diaolkasikan dengan bijak agar bisa membantu mewujudkan kemaslahatan umat. Dalam hal ini kasus-kasus sumber-sumber daya yang disediakan Allah pada umumnya, harus mewujudkan sasaran masyarakat Islam dan kemuadian memaksiamalkan keuntungan pribadi. Dalam pencapaiannya menjamin bahwa:

¨       Alokasi kredit akan menimbulakan suatu produksi dan distribusi optimal bagi barang dan jasa yang diperlukan oleh sabagian besar anggota masyarakat.
¨       Manfaat kredit dapat dirasakan oleh sejumlah besar kalangan bisnis di masyarakat.
Adapun cara tepat untuk mencapai tujuan dari 2 hal tersebut adalah dengan mempersiapkan suatu perencanaan yang berorientasi kepada nilai dan kemudian menyambungkan perencanaan ini dengan sistem perbankan komersial untuk implementasi yang efisien. Dengan pendekatan harus: pertama, menjelaskan kepada bank-bank komersial tentang sector dan area ekonomi mana yang harus didorong lewat pembiayaan bank-bank komersial dan apa sasaran-sasaran yang harus diwujudkan; kedua, mengadopsi tindakan-tindakan institusional asalakan masih dalam kerangka nilai-nilai Islam.

f.        Opsi/teknik lain
Bank sentral sebagai banknya para bank-bank, konsultasi dan rapat dengan bank-bank komersial, dapat saling bahu-membahu menjaga kekuatan dan pemecahan persoalan perbankan serta memberikan saran kepada mereka tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan dan mencapai tujuan yang diinginkan.

Penggunaan instrument suku bunga dan operasi pasar pada sistem perbankan konvensional , ada tiga instrument  yang dapat dipakai diharapkan bisa memiliki dampak langsung pada cadangan bank-bank komersial, yakni:
¨       Uang giral pemerintah yang terdapat pada bank-bank komersial; dengan meningkatkan atau mengurangi cadangan bank komersial, jika bank sentral diberi kekuasaan untuk melakukan hal ini diharapkan dapat menggeser uang giral pemerintah ke atau dari bank komersial sehingga mempengaruhi cadangan mereka secara langsung.
¨       Persetujuan tukar-menukar mata uang asing oleh bank sentral dengan bank komersial; melalu perjanjaian mata uang asing diharapkan Bank sentral dapat menukar mata uang lokal dangan mata uang asing ketika bank merasa tertekan, dengan mengahruskan bahwa bank tersebut akan membeli kembali valuta dari bank sentral setelah melalu periode tertentu dengan laju pertukaran yang berlaku. Dengan selisih antara laju permebelian oleh bank sentral dan pembelian kembali dapat diatur oleh bank sentral menjastifikasi kemampuan cadangan bank-bank komersial yang dikehendaki. Akan tetapi dalam koridor syariah, tidak diperbolehkan bagi bank-bank yang hendak melakukan spekulasi .
¨       “pengumpulan/penghimpunan umum”
Merupakan bentk penjanjian kooperatif antara bank-bank dalam naungan bank sentral untuk menyediakan keringanan kepada bank-bank pada saat mengalami persoalan liquiditas.
Selanjutnya tiga instrument lain direkomendasikan oleh Umer Chapra (2000) selain ketiga diatas, yang menurutnya banyak disarankan oleh literature perbankan Islam, yakni:
¨      Membeli dan menjual saham dan sertifikat bagi hasil untuk menggantikan obligasi pemerintah dalam operasi pasar.
¨      Rasio pembelian kembali pembiayaan.
¨      Rasio pemberian pinjaman.

g.      Musyarakah Sebagai Instrumen Kebijakan Moneter (Belajar dari Sudan)[4]
Menjadi salah satu ijtihad dalam upaya mewujudkan sistem kebijakan moneter Islami adalah penggunaan instrument musyarakah, sebagai penganti instrument bunga dalam kebijakan moneter sebagimana mudharabah yang ditawarkan Umer Chapra(2000).

Aplikasi instrumen musyarakah dalam kebijakan moneter yaitu dalam bentuk surat berharga musyarakah, atau Central bank Certificate (COC).

Model lain yang dilakukan Bank Of Sudan (BOS) adalah pembelian saham dan kepemilikan perusahaan-perusahaan non keuangan oleh bank sentral, baik secara musyarakah atau mudharabah. Dalam konteks sistem ekonomi Islam, peran baitul mal dan lembaga-lembaga lainnya pada pelaksanaannya menjadikan bank sentral dapat mencapai sasarannya. Karena, dengan menjadi pemilik perusahaan sector riil, maka bank sentral bisa mengatrol, missal, tingkat pengangguran dengan meyalurkan dana-dananya ke sector-sektor padat karya. Sebaliknya apabila pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas, maka bank sentral bisa mengikat kontrak musyarakah dengan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang sasaran. Seperti industry yang dianggap mampu menggerakkan pertumbuahn ekonomi.

4.      DAFTAR PUSTAKA
Chapra, Muhammad Umer, Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Cet. 1. 2000.
Huda, Nurul, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoretis. Jakarta: Kencana. Ed. 1, Cetakan Ke-1 2008.
Nasution, Mustafa Edwin dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.ke-5. 2015.
Pohan, Aulia, Potret Kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Ed.1, 2008.


B.      KEBIJAKAN FISKAL
1.      PRINSIP DASAR KEBIJAKAN FISKAL ISLAM
Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan yang berimbang dan adil dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama.[5]
Dalam rangka memecahkan problematika ekonomi berdasarkan dari kajian fakta permasalahan ekonomi secara mendalam terungkap bahwa hakekat ekonomi terletak pada bagaimana distribusi harta/kekayaan dan jasa ditengah-tengah masyarakat sehingga pemecahan permasalahan ekonomi adalah bagaimana mewujudkan suatu mekanisme distribusi yang adil.[6] Sebagaimana Allah SWT. Memberikan kita petunjuk tentang masalah distribusi harta/ kekayaan ini dalam Firman-Nya:[7]
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَى رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الأغْنِيَاءِ مِنْكُمْ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

2.      3 FUNGSI PERANAN PEMERINTAH (FISKAL)
Menurut Musgrave (1959) dalam Makro Ekonomi Soediyono (2001) menyebutkan 3 Fungsi kebijakan pemerintah:[8]
a.      FUNGSI ALOKASI
Yaitu pengalokasian atau mengatur sumber daya yang sudah ada pada masyarakat agar bisa lebih maksimal mengelolanya. fungsi alokasi mengandung esensi mendorong terciptanya efisiensi perekonomian dan stimulasi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sementara itu, fungsi distribusi menyangkut sarana distribusi kemakmuran, mengurangi kesenjangan dan mewujudkan keadilan ekonomi dan pembangunan.[9]

b.      FUNGSI DISTRIBUSI
Yaitu pemerataan hasil pendapatan Negara ke masyarakat secara totalitas, tidak hanya orang-orang tinggi saja yang menikmati hasil pendapatan Negara, namun masyarakatpun ikut serta menikmatinya. Dalam prinsip islam, distribusi adalah keadilan dan kemerataan atas kepemilikan “agar kekayaan tidak berputar pada orang-orang kaya saja” akan tetapi melalui instrument-instrumen zakat, infaq, sedekah, wakaf dll sebagai contoh.

c.       STABILISASI
Yaitu menjaga sumberdaya-sumber daya yang sudah ada agar stabil seperti kebutuhan pokok masyarakat, kesempatan kerja atau lowongan pekerjaan yang memadai. Tujuan utama dari fungsi stabilisasi kebijakan fiskal adalah memelihara tingkat pendapatan nasional actual mendekati potensialnya. Dengan tujuan seperti itu, maka “kebijakan stabilisasi” seringkali dimaknai sebagai manipulasi dari permintaan agregat agar pada saat yang sama mencapai full employment dan stabilitas harga (price stability).

3.      INSTRUMEN KEBIJAKAN FISKAL ISLAM
Secara umum sumber pemasukan Negara dalam perspektif ekonomi Islam adalah zakat, usyur (pajak perdagangan), kharaj (pajak pertanian), jizyah (pajak perorangan), khums (pajak harta rampasan perang), warisan kalalah (orang yang tidak mempunyai ahli waris), kaffarat (denda) , hibah dan pendapatan lain yang bersumber dari usaha yang halal. Adapun Zakat, kharaj, jizyah, dan sebagaimana mempunyai dasar sesuai dengan ajaran islam yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun sunnah.[10]
Berikut beberapa penjelasan unsure utama instrumen kebijakan fiskal sebagai sumber pendapatan Negara dalam Islam.
1.      Zakat. Pada masa awal pemerintahan Islam, zakat dikumpulkan dalam bentuk uang tunai, hasil peternakan, dan hasil pertanian. Dan zakat profesi pada era komtemporer saat ini.
2.      Usyur
Usyur merupakan pajak yang harus dibayar oleh pedagang Muslim atau non-Muslim. Usyur/sepersepuluh atau berarti pajak yang dikenakan terhadap barang dagangan yang masuk ke Negara Islam atau di Negara Islam itu sendiri. Atau diistilahkan pada saat ini adalah pajak perdagangan atau bea cukai.
 Usyur dikenal pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Khattab ra.dimana ketika pedagang Muslim berdagang ke Negara non-Muslim dipungut pajak perdagangannya, atas laporan Musa al- Asy’ari khalifah Umar menetapkan pajak pedagangan sebagaimana sebaliknya untuk menegakkan keadalian dan kesetaraan dalam perdagangan lintas Negara.
3.      Kharaj
Kharaj artinya keluar. Secara terminology, berart pajak yang dikeluarkan atas tanah yang ditaklukkan oleh pasukan Islam. Praktik kharaj ketika Rasulullah SAW membolehkan Yahudi Khaibar memiliki kembali tanah milik mereka dengan syarat mengeluarkan saparuh hasil panen tanah mereka kepada pemerintahan Islam sebagai kharaj. Pada masa khalifah Umar didirkanlah diwan al-kharaj agar administrasi dapat diatur secara sistematis dan tertib.
4.      Jizyah
Pada awal Islam pajak adalah Jizyah atau pajak kompensasi dalam arti merupakan pajak yang dikenakan kepada warga non-Muslim sebagai imbalan untuk jaminan kehidupan yang diberikan oleh Negara Islam. Pajak ini dipungut dari warga non-Muslim yang tinggal di wilayah Daulah Islamiyah. Pajak ini dipungut sebagai bentuk loyalitas dengan pemerintahan Islam, konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah perlindungan, jaminan keamanan jiwa dan harta, fasilitas ekonomi, social yang diberikan pemerinta Islam kepada mereka, dan sebagai kompensasi dibebaskan dari kewajiban ikut perang.
5.      Khums
Khumus merupakan sumber pendapatan Negara Islam, merupakan bagian dari harta ramapasan perang (ghanimah). Khums berarti 1/5 dari harta rampasan perang yang dikeluarkan untuk Allah, Rasul, karib kerabat Rasul, fakir, miskin, dan para musafir.
Dalam Islam, harta rampasan perang diberikan kepada tentara Muslim yang ikut dalam perang sebanyak 4/5 sedangkan 1/5 milik Allah. Ini menjadi bagian penting dalam pendapatan Negara dimana bagian milik Allah, Rasul, kerabat Rasul disalurkan ke baitul maal.
Adapun table klasifikasi dalam Adiwarman karim (2006) sumber-sumber pendapatan Negara pada masa Rasulullah SAW.[11]
Dari kaum Muslimin
Dari Kaum non-Muslim
Umum (primen dan sekunder)
1.      Zakat
2.      Ushur (5-10%)
3.      Ushur (2,5%)
4.      Zakat fitrah
5.      Wakaf
6.      Amwal fadhilah
7.      Nawaib
8.      Sedekah lain
9.      Khums
1.      Jizyah
2.      Kharaj
3.      Ushur (5%)
1.      Ghanimah
2.      Fai
3.      Uang tebusan
4.      Pinjmana dari kamu Muslimin atau non-Muslim
5.      Hadiah dari pemimpin atau pemerintah Negara lain

Kesimpulan dari Instrumen-instrumen kebijakan fiskal pada masa awal Islam sebagai fungsinya adalah memanfaatkan sumberdaya yang ada kepada alokasi yang benar dengan dengan distribusi yang adil dan merata sehingga terwujudnya kestabilan kesejahteraan ekonomi masyarakat keseluruhan  dan tidak terjadi kesenjangan antara si kaya dan si miskin tanpa mengurangi tujuan untuk mengabdi kepada Allah SWT.


Daftar Pustaka
Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi., Jakarta: Rajawali Press, 2015
Euis Amalia, Dr, M.Ag, Sejarah pemikiran EKonomi Islam dari Masa Klasik Hingga Kontemporer. Depok: Gramata Publishing, 2010
Adiwarman Karim,Ir, SE, MBA, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam., Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.
Soediyono, Prof, Ekonomi Makro,.Yogyakarta: BPFE UGM, 2001


C.       
a.      PRINSIP DASAR PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN ALAM DALAM ETIMOLOGI /TERMINOLOGI
1.      AL INTIFA’ ((الإنتفاعberasal dari (نفع) yang berarti manfaat, kegunaan, keperluan, penggunaan keuntungan, kebaikan,dan kesejahteraan.kata (انتفع)  berarti menggunakan, memanfaatkan, mengambil keuntungan. (الانتفاع) adalah pemanfaatan dan pengelolaan dari sumber daya alam oleh manusia dengan berbagai cara daik tradisional maupun dengan teknologi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan manusia secara keseluruhan.
Terminologi (انتفاع)Pemanfaatan dan Pengelolaan dalam Sumber Daya Alam adalah mengelola mengambil keuntungan dengan baik, arif dan bijak sana sesuai dengan kebutuhan manusia. Sumber daya Alam terdiri dari 3 unsur Darat, Laut dan Udara. Pengelolaan dan mengambil manfaat atau keuntungan ekonomis dari tiga unsur tersebut oleh manusia dapat membantu manusia memenuhi kebutuhannya. Dalam pengelolaan dan pemanfaat untuk diambil keuntungannya dari sumber daya alam, dalam cover syariat apa yang diolah dan dimanfaatkan dari apa yang ada di bumi ini pastinya menimbulkan kerusakan (الافساد) karena efek eksploitasi dan industrialisasi hingga menimbulkan pencemaran daratan seperti hutan gundul, sampah, penggalian dll, sedang kan udara dalam bentuk polusi udara menyebabkan efek rumah kaca, sedangankan laut limbah-limbah industry, minyak dll. Dalam konteks Islam dalam setiap kegitan di atas harus adanya perbaikan kembali dan harus adanya program penangan dari efek yang ditimbulkan terhadap Lingkungan hidup baik darat, laut dan udara.

2.      AL I’TIBAR  (الاعتبار) berasal dari (اعتبر) mempertimbangkan, memikirkan, mengambil pelajaran dalam konteks ini berarti mempertimbangkan dampak yang ditumbulkan dari pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam terhadap lingkungan kebaikan dan keburukan.
Terminologi perbaikan (اصلاح) dalam konteks saat ini adalah pelestarian, restorasi dan konservasi dalam konteks perbaikan lingkungan hidup untuk pembanganan berkelanjutan. Pelestarian dan perbaiakan ekosistem karena makhluk hidup di dunia adalah satu kesatuan dalam ekosistem. Jika salah satu dari ekosistem rusak maka akan berdampak bagi social, budaya, ekonomi dan lingkungan hidup khususnya. Menjaga lingkungan hidup atas apa yang telah dimanfaatkan atau diolah adalah hal penting, karena mencegah memelihara lebih utama dari pada memperbaiki karena butuh waktu yang lama dan tenaga pikiran yang kuat. Ledakan pertumbuhan hidup adalah menjadi masalah social dan ekonomi khususnya dan kebutuhan akan sumber-sumber untuk memenuhi kebutuhannya akan semakin meningkat. Dalam islam perlu adanya pengontrolan dan pengelolaan dalam memenuhi kebutuhan ini. Pemaham terhadap perilaku produsen dan perilaku konsumen yang taat akan perhatiannya terhadap lingkuang hidup guna pembangunan berkelanjutan. Pelestarian hutan, konservasi hewani dan hayati, reboisasai dll merupakan sebagian bantuk dari usaha manusia dalam memperbaiki lingkungan hidupnya dengan tujuan pembangunan berkelanjutan.

3.      AL ISLAH (الإصلاح) berasal dari (اصلح)   memperbaiki, mengembalikan, memugar (الاصلاح) dalam konteks ini adalah reformasi, perbaikan, pemugaran, restorasi, koreksi, konservasi terhadap sumber daya alam karena dampak eksploitasi dan produksi demi kepentingan manusia.
Terminologi (اعتبار)‘Itibar dalam konteks pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam adalah memikirkan dan mempertimbangkan setiap kegiatan ini yang bersifat ekonomis karena diambil keuntungannya. Sebab akibat dari dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan hidup merupakan dampak dari kegiatan ini sehingga manusia sadar jika tidak adanya kebijakan pertimbangan dan pemikiran untuk kehidupan dan pembangunan berkelanjutan bagi lingkungan hidup manusia dalam kesatuan ekosistem. Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah pemakmur bumi bukan untuk merusak bumi. Contok dampak dari perusakan lingkungan adalah meningkatnya panas bumi, pencairan kutub, banjir bandang karena eksploitasi hutan yang melampaui batas dll. Allah memperingatkan manusia dari dampak kegiatannya di dara,laut dan udara. 


b.      REVIEW JURNAL
1.      Judul    : KETAHAN KREDIT PERBNKAN SYARIAH TERHADAP KRISIS KEUANGAN GLOBAL
Penulis: IHDA FAIZ Mahasiswa M.Si FEB UGM
Jurnal Ekonomi Islam La_Riba
Fakultas Ekonomi Uneversitas Negeri Malang
Volume IV, Nomer. 02, Desember 2010

2.      Tujuan penelitian        :
Merupakan studi empiris untuk membuktikan berbagai asumsi-asumsi tentang kondisi sistem kerja atau kinerja antara Perbankan Syariah dan Konvensional yang tahan terhadap krisi keuangan Global. Penelitian ini berusaha mengungkap bagaimana pola pengelolaan kredit oleh kedua jenis perbankan di Indonesia serta reaksi kedua jenis perbankan tersebut atas krisis keuangan global yang pernah terjadi pada periode tahun 2008-2010.

3.      Metode Penelitian      : 
a.      Deskripsi data
Penelitian berasal dari publikasi Statistik Perbankan Indonesia dan Satatistik Perbankan Syariah dari Bank Indonesia serta beberapa data makroekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data perbankan syariah yang digunakan terdiri dari Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah sedang perbankan umum diambil secara agregat. Laporan BI dianggap telah mengakomodir seluruh perbankan (bank syariah atau konvensional). Penelitian diambil periode pengamatan dari tahun 2003 kuartal I hingga 2010 kuartal I dengan data yang berperiode kuartalan.

b.      Variabel dan Definisi Operasional
Variable yang digunakan yang mewakili indkator makroekonomi dan representasi dalam penyaluran kredit. Variable makroekonomi yang digunakan adalah:
Inflasi (INF), Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Wadhiah Bank Indonesia (SWBI), Gross Domestic Product (GDP),  dan Nilai tukara rupiah terhadap US dollar (EXR).
Adapun variable internal mencakup:
Non performing Loan (NPL) untuk bank konvensional, Non Performing Financing (NPF) untuk bank syariah dan besarnya kredit yaitu LOAN untuk bank konvensional dan FIN untuk bank syariah.  Vaiable dummy denga cut off untuk mengamati perbedaan respon perbankan atas krisis financial global.

c.       Model penelitian
2 Model metode yang digunakan untuk pengujian dalam penelitian ini yaitu Vector Auto Regression (VAR) dan regresi berganda atau Ordinary Least Square (OLS).
Hasil Penelitian
Hubungan variable independen yang memiliki hubungan signifikan dengan variable dependen. Untuk perbankan konvensional, variable INF, SBI dan LDR adalah variable yang signifikan berhubungan dengan NPL.
Sedangkan LOAN, GDP dan INF tidak signifikan berpengaruh terhadap NPL.
Sedangkan Syariah variable yang signifikan berhubungan dengan NPF adalah FIN, GDP dan EXR. Variable SWBI tidak termasuk variable yang mempengaruhi NPF. Sedang variable EXR tidak signifikan.

4.      Hasil
Terjadinya krisis keuangan global yang seringkali melalui mekanisme makro ekonomi dapat dihindari perbankan syariah dengan tidak bergantungnya bank syariah pada instrumen global. Dalam pengamatan menggunakan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) terhadap kedua jenis perbankan, terlihat tingkat NPL/NPF masingmasing bank sangat dipengaruhi oleh lag NPL/NPF sendiri pada periode sebelumnya. Hal ini dapat diartikan besarnya kredit macet yang akan dihadapi oleh perbankan akan sangat tergantung pada skema dan model pemberian kredit yang digunakan serta kontrol atasnya. Dalam hal ini pembedaan jenis kredit macet bank syariah (NPF) dan konvensional (NPL) dapat digunakan sebagai komparasi pengaruh perbedaan pemakaian model penyaluran kredit atas aspek potensi kredit macet masa datang.
Beberapa temuan di atas ini juga dapat digunakan sebagai jawaban atas hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bukti empiris bahwa sistem perbankan syariah dengan sampel Malaysia tidak jauh beda dengan sistem perbankan konvensional.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya keterkaitan (kausalitas) antara deposito perbankan Islam dan konvensional. Perbankan Islam tidak sepenuhnya menerapkan sistem bagi hasil (profit and loss sharing/PLS) yang bebas bunga (intereet free) karena ternyata deposito Islam dipengaruhi kuat oleh tingkat suku bunga deposito bank konvensional. Dua kemungkinan penyebabnya yaitu konsep pendanaan PLS dihadapkan pada problem agency theory atau bisa jadi pola pengelolaan dana syariah masih disandarkan pada praktek berbasis bunga (interest based). Kondisi tersebut bisa saja terjadi bila dalam perkembangannya Malaysia lebih bersifat liberal dalam mengeluarkan fatwa izin produk perbankan syariah untuk menggenjot pertumbuhan.
Jika tidak ditangani oleh dewan pengawas syariah yang kapabel (faqih) dan kurangnya kontrol kehati-hatian (prudential monitoring) atas perbankan syariah dikhawatirkan akan terjadi moral hazard dalam pengelolaan dana nasabah di lapangan.
Berbeda dengan kondisi Indonesia yang ulamanya dikenal cukup rigid (ketat) dalam mengeluarkan fatwa kehalalan produk perbankan syariah, praktik perbankan syariah justru berjalan lebih aman, murni dan sustainable. Itulah mengapa perkembangan bank syariah di Indonesia dinilai cukup lambat dibanding Malaysia. Berbagai jenis dan model krisis keuangan pun tidak akan menjangkiti perekonomian yang dibangun berdasarkan ketentuan Islam. Dari sisi makroekonomi temuan penelitian lain sebelumnya menunjukkan kecilnya porsi model perekonomian Islam dalam penciptaan krisis keuangan global tahun lalu. Dari sisi mikronya, hasil penelitian ini memperkuat karakter ketahanan model bisnis Islam dan watak kemandirian yang diciptakannya dibanding sistem saat ini.

5.      Kesimpulan     :
Penelitian ini semakin memperkuat hasil dari beberapa penelitian sebelumnya
yang menggambarkan stabilitas perbankan syariah serta keunggulan sistem kerja dan produk yang ditawarkan dibanding perbankan konvensional. Faktor yang berpengaruh negative dan signifikan terhadap NPF bank syariah adalah besarnya jumlah pembiayaan dan tingkat PDB. Sedangkan nilai tukar berpengaruh negatif namun tidak cukup signifikan. Sedangkan indikator makroekonomi lainnya (inflasi, SBI, SWBI) tidak berpengaruh terhadap NPF bank syariah. Di sisi lain tingkat NPL bank konvensional sangat tergantung pada tingkat inflasi yang terjadi (positif) dan besarnya LDR (negatif). Hal ini juga menunjukkan ketergantungan bank konvensional pada bunga dan sektor keuangan. Hubungan NPL dan LDR yang negatif menunjukkan tidak berfungsinya aspek intermediary bank konvensional terhadap dunia usaha sehingga memperparah decoupling sektor riil dan moneter. Temuan lain menunjukkan bahwa besarnya NPL bank konvensional terpengaruh krisis keuangan global yang terjadi tahun lalu sedangkan di bank syariah cenderung resisten.

6.      Critical Review
Pada dasarnya sistem keuangan dalam perbankan di Indonesia baik bank Syariah atau bank konvensial adalah sistem bunga (interest). Adanya kebijakan BI rate dan beberapa kebijakan moneter dan instrument-intrumennya sebagai pendukung kebijakan tersebut.
Pasar uang yang mengikuti koneksi keuangan global menjadikan sistem yang rapuh dan tidak adanya kemandirian ketika salah satu keuangan negara yang menganut ini mengalami krisis akan berdampak pada sistem keuangan pada negara lain contohnya krisis Amerika dan hubungannya dengan Indonsesia.
Penguatan sistem keuangan syariah harusnya tidak menganut sistem global ini, akan tetapi menetapkan sebagai mana sistem yang ditetapkan sebabai sistem syariah sebagai sistem perbankan yaitu profit loss sharing (PLS).
Inflasi merupakan masalah moneter yang perlu dikendalikan, sehingga tidak terjadi kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus.
Adanya dual system bank merupakan pilihan bagi masyarakat secara umum sebagai sudut pandang sebagai aspek bisnis adalah profit atau keuntungan. Akan tetapi dari aspek ketahan sistem keuangan dan ekonomi jelas menunjukkan sistem keungan syariah lebih dapat bertahan dari pada sistem perbankan konvensional karena Rate/ interest (bunga) dan istrumen produknya, yang mana sistem ini mengikuti sistem keuangan global jika satu bermasalah maka berdapak pada bagian yang lain.
Dalam makro ekonomi peran dan fungsi bank adalah menciptakan stabilitas moneter melalui intrumen-intrumen kebijakannya. Terdapat dual system bankin syariah dan konvensional diharapkan mampu memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian Indonesia. Dalam konsep ekonomi syariah instrument bunga (interest) menjadi masalah dalam memacu stabilitas moneter ketika mengalami krisis, sebagai solusi syariahnya adalah dengan sistem Profit loss sharing (PLS) dan mengacu pada sistem moneter pada konsep moneter Umer Chapra (2000) sebagai model kebijakan moneter bebas bunga.
 









[1] Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pedekatan Teoretis. Jakarta: Kencana, 2008, halm. 168
[2] Aulia Pohan, Potret kebijakan Moneter Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, halm. 31
[3] M.Umer Chapra, Sistem Moneter Islam. Jakarta: Gema Insani Press, Cet. 1, 2000, halm, 141
[4]  Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.,ke-5, 2015. Halm. 279
[5] Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press – Ed. 1 – Cet. 2, 2015. Halm. 210
[6] Mustofa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana. Cet.,ke-5, 2015. Halm. 205
[7] QS.59:7
[8] Soediyono, Makro Ekonomi, Yogyakarta: BPFE UGM, 2001
[9] http://www.setjen.kemenkeu.go.id/Berita/3-fungsi-pokok-kebijakan-fiskal
[10] Rozalinda, Dr. M.Ag, Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta: Rajawali Press – Ed. 1 – Cet. 2, 2015. Halm. 212-222
[11] Karim, Adiwarman, Sejarah pemikiran Ekonomi Islam., Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006. Halm, 48

TERJEMAHAN; IMPACT OF MONETARY POLICY SHOCKS ON THE CONVENTIONAL AND ISLAMIC BANKS IN A DUAL BANKING SYSTEM: EVIDENCE FROM MALAYSIA

DAMPAK GUNCANGAN  KEBIJAKAN MONETER
TERHADAP BANK KONVENSIONAL DAN ISLAM DALAM DUAL SISTEM PERBANKAN DI MALAYSIA
Penelitian ini menganalisis dampak guncangan kebijakan moneter di bank konvensional dan syariah dalam lingkungan sistem perbankan ganda. Tanggapan dari bank konvensional terhadap guncangan kebijakan moneter diperkirakan akan berbeda dari bank syariah karena sifat dari orang-orang Islam yang hanya melibatkan dengan bebas bunga instrumen. Berfokus pada data Malaysia yang mencakup periode dari Januari 1999 hingga Desember 2006, penelitian bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dari bank syariah dengan menganalisis dampak perubahan suku bunga pembiayaan dan deposito bank. Untuk memberikan perbandingan yang berarti, analisis yang sama juga dilakukan pada bank konvensional sehingga untuk menentukan risiko unik yang dihadapi bank syariah. Penelitian ini menggunakan fungsi respon dan variance decomposition analisis impulse berdasarkan Vector Auto-Regression (VAR) metodologi. Bertentangan dengan harapan umum, hasil menunjukkan bahwa bank syariah 'item neraca relatif lebih sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter, sedangkan bank konvensional' item neraca, terutama pinjaman konvensional tidak sensitif terhadap perubahan suku bunga. Ini berarti bahwa dampak dari kebijakan moneter lebih menstabilkan pada bank syariah dari bank konvensional. Hasil penelitian ini memiliki implikasi penting bagi manajemen risiko
Banking:.praktikdari bank syariah, khususnya dalam sistem perbankan ganda seperti di Malaysia
1.Pendahuluan
Studi mendukung manfaat dari sistem moneter Islam menekankan stabilitas relatif diberikan oleh sistem bebas bunga karena terkait sifat asset- nya yang bertentangan dengan sistem berbasis bunga yang dikenakan fluktuasi tingkat suku bunga. Sebuah sistem moneter yang mengandalkan aset bebas bunga diusulkan memiliki elemen yang lebih rendah dari ketidakpastian, sehingga lebih dapat diprediksi dan memiliki link yang dapat diandalkan untuk tujuan kebijakan moneter. Akibatnya, ada keyakinan umum bahwa perantara keuangan, khususnya bank-bank, yang beroperasi dalam sistem bebas bunga terlindung dari risiko yang terkait dengan fluktuasi suku bunga dan lebih stabil dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional (Khan, 1985). Hal ini lebih lanjut menyatakan bahwa pasar keuangan syariah baik untuk mengatasi krisis ekonomi dan keuangan dibandingkan dengan pasar keuangan konvensional. Sejalan dengan ini, upaya penelitian saat ini di bidang kebijakan moneter Islam telah diarahkan terutama untuk  mengevaluasi stabilitas permintaan untuk instrumen moneter Islam dan menunjukkan viabilitas dan efektivitas mereka untuk tujuan kebijakan moneter.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji validitas atas proposisi dengan memberikan bukti empiris tentang masalah ini. Untuk mencapai tujuan ini, studi ini membandingkan dampak dari guncangan kebijakan moneter (diwakili oleh perubahan suku bunga) pada item neraca bank besar dari bank-bank Islam vis-à-vis bank konvensional di Malaysia. Seperti disebutkan, sementara sebagian besar literatur yang ada di daerah ini berfokus pada pelaksanaan kebijakan moneter melalui instrumen kebijakan yang konsisten dengan syari'at,atau hukum Islam .studi ini menawarkan dimensi baru dengan menilai dampak dari guncangan kebijakan moneter pada instrumen keuangan Islam. Hal ini akan memungkinkan untuk beberapa kesimpulan yang akan dibuat tentang stabilitas dan kelangsungan hidup dari instrumen keuangan Islam untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter. Aspek lain dari hal-hal baru dari makalah ini adalah dalam hal metodologinya. Penelitian ini mengadopsi beberapa teknik investigasi ekonometrik untuk tiba di temuan konklusif mengenai masalah ini. .
Dalam hal ini, penelitian ini memberikan kontribusi dalam memperkaya literatur empiris di bidang kebijakan moneter dari perspektif Islam makalah ini disusun sebagai berikut: dua bagian berikutnya memberikan beberapa informasi latar belakang pengembangan industri perbankan syariah di Malaysia dan studi yang di sorot berfokus pada penerapan sistem perbankan Islam di beberapa negara di seluruh dunia. Bagian 4 menjelaskan sifat data dan metodologi yang dilakukan oleh penelitian ini. Bagian 5 menyajikan temuan empiris, dan terakhir, Bagian 6 menyimpulkan.
2. Ikhtisar Pengembangan Perbankan Islam di Malaysia
Industri perbankan Islam di Malaysia telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam dua dekade terakhir. Sejak berdirinya Bank Islam Malaysia, yang pertama penuh bank Islam di negara itu pada tahun 1983 dan pengenalan skema perbankan-jendela Islam dengan bank konvensional pada tahun 1993, industri ini terus menggelar kinerja yang mengesankan. Pada periode 1993-2006, total aset bank syariah melonjak dari RM2.4 miliar untuk RM73.8 miliar, masing-masing, mendaftarkan tingkat pertumbuhan yang mengesankan diperparah  30,2 persen per tahun selama periode tiga belas tahun. Pada periode yang sama, total simpanan Islam dimobilisasi oleh sistem perbankan meningkat menjadi RM50.5 miliar pada akhir tahun 2006 dari RM2.2 miliar hanya pada tahun 1993. Sementara itu, pertumbuhan total pembiayaan juga mengesankan di RM78.5 miliar pada akhir -2006 dibandingkan RM1.1 miliar pada tahun 1993. kinerja menggembirakan dari industri perbankan syariah di Malaysia juga diaktifkan oleh jaringan kantor yang luas yang memungkinkan akses mudah oleh pelanggan di seluruh negeri. Pada akhir 2006, ada sepuluh penuh bank syariah matang (dengan bank syariah lain mulai beroperasi pada awal tahun 2007), memiliki jaringan cabang 1167 terdiri dari cabang perbankan Islam dan counter yang disediakan oleh bank syariah penuh menjadi dewasa dan konvensional . bank yang menawarkan skema jendela perbankan syariah pertumbuhan menggembirakan dari industri perbankan syariah di Malaysia sebagian besar dapat dikaitkan dengan lingkungan kebijakan yang kondusif diberikan oleh bank sentral Malaysia - Bank Negara Malaysia (BNM). Untuk lebih mempercepat pengembangan industri dan menciptakan tekanan kompetitif yang positif untuk mengambil keuntungan dari efek spill-over positif, BNM memberikan lisensi perbankan untuk bank syariah domestik dan asing penuh, terutama dari Timur Tengah untuk beroperasi di negara itu. Pada akhir 2006 dan awal 2007, beberapa bank syariah penuh dimulai Banking:.operasi mengakibatkan sebelas bank Islam di Malaysia  dengan kebijakan yang mendukung perbankan terus menerus diberikan oleh BNM, industri perbankan syariah memiliki prospek cerah untuk pertumbuhan kuat di negeri ini.
Pertumbuhan menggembirakan dari industri perbankan syariah di lanskap keuangan Malaysia, sebagian, mencerminkan komitmen kuat negara itu untuk mengembangkan sistem keuangan Islam yang komprehensif. Dalam bekerja menuju tujuan ini, BNM hati-hati mengambil langkah-langkah untuk memperkuat pondasi dan dimasukkan ke dalam tempat pra-syarat dari sistem. Pada bulan Agustus 2006, BNM meluncurkan inisiatif Malaysia International Financial Center Islam untuk melakukan strategi liberalisasi Malaysia ke tingkat yang baru dengan tujuan memposisikan negara strategis di bidang Keuangan Islam. Dalam inisiatif ini, "... lembaga perbankan syariah diperbolehkan untuk melakukan array yang lebih luas dari kegiatan keuangan syariah yang meliputi perbankan komersial, perbankan konsumer, perbankan investasi dan bisnis mata uang internasional" (Bank Negara Malaysia, 2007). Dengan kata lain, lembaga keuangan di Malaysia diperbolehkan untuk strategis memposisikan diri untuk mengambil keuntungan dari pertumbuhan menggembirakan dari industri perbankan dan keuangan Islam.
Meskipun luas upaya untuk memastikan pertumbuhan yang kuat dari industri, BNM tetap waspada dari perlu memastikan stabilitas sistem keuangan Islam, khususnya di lingkungan keuangan ganda di mana sistem keuangan syariah dan konvensional berdampingan dalam perekonomian. Ini baik-tercermin dari upaya terus-menerus untuk mempermudah identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan mengendalikan risiko, terutama mereka yang unik untuk bank syariah. Kerangka kerja manajemen risiko yang efektif merupakan pusat untuk mempercepat pertumbuhan perbankan syariah dan memelihara stabilitas sistem keuangan Islam. Sejalan dengan ini, BNM telah berperan dalam pembentukan Islamic Financial Services Board (IFSB), yang pada tahun 2005, yang dikeluarkan Guiding Principles of Manajemen Risiko Lembaga Penawaran Hanya Jasa Keuangan Islam (IIFS). Standar ini memberikan penjelasan tentang berbagai risiko yang berkaitan dengan bank syariah serta menganjurkan beberapa teknik mitigasi risiko untuk menangani dengan masing-masing jenis risiko.
Mengingat meningkatnya peran yang dimainkan oleh bank syariah dalam proses intermediasi di negeri ini, oleh karena itu tepat waktu untuk melakukan analisis lebih dalam pada stabilitas lembaga perbankan Islam dalam konteks Malaysia. Hasil penelitian ini akan menumpahkan beberapa lampu pada tingkat kerentanan bank syariah terhadap guncangan kebijakan moneter yang ditunjukkan oleh perubahan kebijakan suku bunga. Akibatnya, studi ini juga menganalisis paparan dari bank-bank Islam untuk perubahan suku bunga, sehingga memiliki implikasi penting untuk praktik manajemen risiko bank Islam, khususnya dalam konteks sistem perbankan ganda.
3. Literatur
Penilaian empiris pada manfaat dari sistem perbankan bebas bunga telah diprakarsai oleh Darrat (1988) yang menunjukkan bahwa sistem perbankan di Tunisia menjadi lebih stabil tanpa aktiva berbunga daripada jika aset tersebut yang ada. Penelitian yang lebih baru seperti Kia (2001) dan Darrat (2002) memberikan bukti empiris lebih lanjut tentang keuntungan dari sistem moneter dan perbankan bebas bunga dengan berfokus pada kasus Iran yang memiliki sejarah panjang dalam menerapkan Menariknya penuh bebas sistem moneter dan perbankan sejak tahun 1984. studi ini menemukan bahwa baik jangka pendek dan jangka panjang bebas bunga fungsi permintaan uang yang stabil dan koefisien mereka invarian terhadap kebijakan dan guncangan eksogen lainnya. Kia dan Darrat (2003) membandingkan persamaan permintaan uang dan pembagian keuntungan deposito dan menemukan bahwa permintaan untuk pembagian keuntungan deposito memiliki fungsi invarian paling stabil dan kebijakan, menunjukkan bahwa sistem perbankan yang didasarkan pada pembagian keuntungan bisa membantu melindungi sistem moneter dari fluktuasi suku bunga dan meminimalkan kemungkinan ketidakstabilan keuangan. Akibatnya, itu lebih disarankan bahwa deposito pembagian keuntungan bisa mewakili instrumen yang kredibel untuk kebijakan moneter membuat di Iran.
Samad (1999), Kaleem (2000), dan Samad dan Hassan (2000) adalah salah satu dari banyak studi yang menyediakan empiris mendukung pada stabilitas instrumen moneter syariah dalam sistem perbankan ganda di Malaysia. Misalnya, Kaleem (2000) menganalisis data Malaysia lebih dari periode Januari 1994 sampai dengan Desember 1999 dan menemukan bahwa sistem perbankan syariah lebih krisis -proof karena sifat aset-linked nya. Dalam pandangan ini, instrumen moneter bebas bunga yang diusulkan untuk menjadi instrumen yang valid dan efektif yang berguna, jika tidak, lebih baik daripada instrumen moneter berbasis bunga, untuk tujuan pelaksanaan kebijakan moneter.
Meskipun banyak penelitian yang mendukung keunggulan Menariknya sistem bebas perbankan atas sistem berbasis bunga, penelitian lebih lanjut pada aspek yang lebih rinci dari hubungan antara perbankan bebas bunga dan berbagai aspek risiko keuangan mengungkapkan beberapa kekhawatiran. Baldwin (2002) menemukan bahwa ada kurangnya kesadaran dalam mengadopsi praktek manajemen risiko yang terbaik di lembaga perbankan Islam karena adanya kepercayaan yang keliru bahwa bank Islam, berdasarkan alam bebas bunga nya, tidak dikenakan bunga fluktuasi nilai. Rosly (1999) menemukan bahwa bank-bank Islam di Malaysia dirugikan dibandingkan dengan bank konvensional ketika ada kenaikan suku bunga pasar. Sementara bank konvensional bisa meraup keuntungan yang lebih tinggi karena kenaikan suku bunga, bank-bank Islam menghadapi kesenjangan dana negatif karena pembiayaan bebas bunga berdasarkan tingkat bunga tetap, sedangkan kewajiban (deposito) mengacu kepada suku bunga yang berlaku. Pemeriksaan dampak dari suku bunga pasar uang konvensional pada instrumen keuangan Islam di Malaysia oleh Kaleem dan Isa (2006) mengungkapkan kelemahan lain dari sistem moneter bebas bunga terutama dalam sistem perbankan ganda seperti yang di Malaysia. Studi ini menemukan bahwa pasar keuangan saat mengatur tidak mendukung sistem perbankan bebas bunga karena memungkinkan bank konvensional untuk mengambil keuntungan dari peluang arbitrase yang disediakan oleh sistem perbankan ganda. Bank-bank konvensional memiliki fleksibilitas investasi di kedua bebas bunga dan pasar keuangan berbasis bunga, sehingga membuat keuntungan dari perbedaan suku bunga antara dua pasar. Di sisi lain, bank syariah hanya terbatas untuk meningkatkan pembiayaan di pasar uang syariah.
Sejalan dengan ini, Bagaimana et al. (2005) menguji apakah bebas bunga lembaga perbankan di Malaysia tunduk pada tiga jenis risiko Bank, yaitu, risiko kredit, risiko suku bunga dan risiko likuiditas. Studi ini menemukan bahwa sementara bank-bank komersial dengan pembiayaan bebas bunga memiliki kredit dan risiko likuiditas secara signifikan lebih rendah, mereka memiliki risiko suku bunga secara signifikan lebih tinggi dari bank tanpa pembiayaan Islam.
4. Data dan Metodologi
4.1 data
Variabel kebijakan moneter digambarkan oleh tingkat bunga, yaitu tingkat kebijakan semalam, selanjutnya dinyatakan sebagai ONR. Pemilihan ONR untuk mewakili variabel kebijakan moneter dalam kasus Malaysia adalah karena fakta bahwa saat ini, ONR adalah tingkat kebijakan moneter yang diterapkan oleh BNM. ‡ Sementara itu, variabel obyektif terdiri dari item neraca bank Islam bank dan bank konvensional, yaitu, pembiayaan bank syariah (IL) dan deposito (ID), dan pinjaman bank konvensional (CL) dan deposito (CD). Variabel Tujuan lainnya adalah indeks harga konsumen (CPI) dan indeks produksi industri (IPI). Mengingat bahwa Malaysia sangat perekonomian terbuka, variabel nilai tukar juga disertakan sebagai variabel kontrol. Untuk tujuan ini, nilai tukar riil (RER) termasuk dalam model. Semua seri dalam jangka waktu nyata (disesuaikan dengan indeks harga dengan 2000 sebagai tahun dasar) dan di log, kecuali untuk ONR.
Studi ini menggunakan data bulanan yang mencakup periode dari Januari 1999 sampai Desember 2006. Semua data yang bersumber dari Bank Negara Malaysia Bulanan statistik Bulletin, kecuali untuk RER yang dikumpulkan dari Statistik Keuangan Internasional yang diterbitkan oleh Dana Moneter Internasional.
4.2 Metodologi
Berdasarkan metodologi VAR, penelitian mengadopsi fungsi respon impuls dan teknik analisis variance decomposition untuk mengeksplorasi secara empiris dampak kebijakan moneter guncangan, ditunjukkan oleh perubahan suku bunga kebijakan pada deposito dan pinjaman (pembiayaan) dari bank konvensional dan Islam di Malaysia. Idealnya, untuk tujuan penelitian ini, kita perlu untuk menggabungkan semua variabel dalam pemodelan, tetapi model dapat buruk diperkirakan dalam sampel yang terbatas, seperti penambahan variabel akan cepat menguras derajat kebebasan. Dengan demikian, kami memperkirakan serangkaian model terpisah termasuk variabel kebijakan (ONR), variabel ekonomi makro (IPI, CPI dan RER) dan masing-masing bank ‡ BNM mengadopsi tingkat kebijakan semalam sebagai indikator kebijakan moneter mulai April 2004. Sebelum ini, base lending rate digunakan sebagai indikator kebijakan moneterBanking:.
48 Dampak Kebijakan Moneter Guncangan pada Konvensional dan BankIslam dalam Sistem dual  Bukti dari Malaysia
item neraca (CL, CD, IL dan ID), sehingga masing-masing Model hanya berisi lima variabel. Secara khusus, kami fokus pada model empiris dasar berikut:
x
1 = {ONR, IPI, CPI, RER, CD} (1) x
2 = {ONR, IPI, CPI, RER, ID} (2) x
3 = {ONR , IPI, CPI, RER, CL} (3) x
4= {ONR, IPI, CPI, RER, IL} (4)
dimana ONR adalah tingkat kebijakan semalam, IPI adalah indeks produksi industri, CPI adalah indeks hargakonsumen, RER adalah nilai tukar riil, CD dan CL adalah bank konvensional 'deposito dan pinjaman, masing-masing, dan ID dan IL adalah bank syariah' deposito dan pembiayaan, masing-masing.
Lag panjang untuk semua model dipilih berdasarkan Kriteria Informasi Akaike. Seperti dalam setiap penyelidikan empiris menggunakan data time series, kami melakukan data normal pra-prosedur pengujian, yaitu akar unit dan uji kointegrasi untuk menentukan sifat time series dari seri data. Secara umum, hasil dari uji akar unit menunjukkan bahwa variabel dicapai stasioneritas setelah differencing pertama, sedangkan uji kointegrasi menunjukkan adanya hubungan yang panjang ekuilibrium jangka antara variabel dan kebijakan moneter indicator.§
Fungsi Response Impulse
Kami memperkirakan model VAR dan menghasilkan fungsi respon impulse (IRF) untuk mempelajari dampak dari guncangan suku bunga pada empat sistem yang mengandung bank item neraca bank konvensional dan syariah. Sebuah IRF mengukur profil saat efek guncangan pada titik waktu tertentu pada (diharapkan) nilai-nilai masa depan variabel dalam sistem dinamik (Pesaran dan Shin, 1998). Pendekatan ini cocok karena tidak hanya bahwa hal itu memungkinkan untuk kekuatan relatif dari berbagai guncangan yang akan diukur dalam hal kontribusi mereka untuk variasi dalam variabel tertentu yang menarik, tetapi juga memungkinkan pola dan arah transmisi guncangan ditelusuri.
Variance Analisis Dekomposisi
Wawasan lebih lanjut tentang hubungan antara variabel dapat diperoleh melalui analisis varians dekomposisi (VDA). VDA yang disebut sebagai tes kausalitas out-of-sampel, memberikan indikasi sifat dinamis dari sistem dengan partisi varians dari kesalahan prediksi dari variabel tertentu ke dalam proporsi yang timbul inovasi (atau guncangan) di masing-masing variabel dalam sistem termasuk sendiri. Dalam kata lain, VDA memberikan rincian literal dari perubahan nilai variabel dalam suatu periode tertentu yang timbul dari perubahan dalam variabel yang sama di samping orang lain di periode sebelumnya.
Menurut Sims (1986), variabel secara optimal diperkirakan dari nilai-nilai sendiri tertinggal akan memiliki semua varian kesalahan perkiraan dicatat dengan gangguan sendiri. Hal ini umumnya diamati bahwa dalam penelitian terapan, itu adalah khas untuk varians untuk menjelaskan hampir semua varians kesalahan perkiraan di cakrawala pendek dan proporsi yang lebih kecil di cakrawala lagi.
5. Hasil dan Diskusi
5.1 Fungsi Response Impulse
The IRFs memungkinkan untuk analisis dampak guncangan suku bunga pada item neraca bank dari kedua kelompok perbankan. IRF menunjukkan besarnya dan waktu respon dari variabel tujuan (item neraca bank) untuk kejutan dalam variabel tingkat suku bunga. Hal ini memungkinkan perbandingan tingkat respon item neraca bank dari dua kelompok perbankan untuk guncangan kebijakan.
Dalam penelitian ini, analisis IRF sedang diterapkan pada dua orderings alternatif dari sistem. Ini adalah: i) CL / CD / IL / ID, ONR, IPI, CPI dan REER, dan ii) CL / CD / IL / ID, ONR, CPI, IPI dan REER. Karena hasil untuk dua orderings secara kualitatif serupa, kami menyajikan tanggapan dari fungsi untuk pemesanan pertama. Gambar 1 menunjukkan respon dari deposito endogen dan pinjaman dari kedua bank konvensional dan Islam untuk dua guncangan standar deviasi tingkat suku bunga. Dalam semua kasus, IRFs dilaporkan atas cakrawala 36 bulan untuk memungkinkan dampak kebijakan moneter untuk menyaring melalui ekonomi. Untuk memberikan beberapa gagasan tentang ketidakpastian estimasi respon, berdasarkan Sim dan Zha (1995), salah satu standar deviasi dari band kepercayaan telah diperoleh memiliki metode integrasi Monte Carlo dengan 1.000 ulangan. Hanya tanggapan baik pinjaman konvensional dan syariah (pembiayaan) dan deposito untuk inovasi di tingkat bunga yang disorot, karena mereka lebih relevan dengan studi kita sekarang.
Seperti yang diamati pada Gambar 1, ada hubungan positif yang signifikan antara tingkat bunga dan konvensional deposito. Ini merupakan suatu pertanda baik dengan teori keuangan yang menyatakan bahwa peningkatan suku bunga kebijakan mengarah ke deposito yang lebih tinggi sebagai deposan yang mengharapkan pengembalian yang lebih tinggi untuk deposito mereka di bank-bank konvensional. Selain itu, deposito konvensional tampaknya merespon seketika perubahan dalam ONR sampai periode 8-9 bulan sebelum membaik secara bertahap. Sebaliknya, itu menarik untuk dicatat bahwa respon dari deposito Islam yang signifikan dan negatif terhadap perubahan suku bunga. Secara khusus, inovasi di ONR menyebabkan respon negatif yang signifikan instan deposito bank Islam 'untuk jangka waktu sekitar dua tahun. Temuan ini memberikan dukungan untuk studi dari Haron dan Norafifah (2000) dan Sukmana dan Yusof (2005) yang menegaskan kembali pandangan bahwa suku bunga berhubungan negatif dengan jumlah deposit di bank syariah. Dengan kata lain, kenaikan suku bunga akan mengurangi jumlah deposit di bank syariah. Sebuah penjelasan yang masuk akal untuk hubungan negatif antara tingkat bunga dan deposito Islam adalah bahwa pelanggan mentransfer dana dari bank syariah ke bank konvensional yang menawarkan pengembalian yang lebih tinggi untuk deposito mereka sebagai suku bunga meningkat. Penelitian ini juga mendukung temuan oleh Gerrard dan Cunningham (1997) di Singapura di mana non-Muslim menarik dana mereka ketika suku bunga lebih tinggi di bank konvensional dibandingkan tingkat pengembalian di bank syariah. Namun demikian, hal ini tidak selalu terjadi. Di beberapa negara lain, pelanggan terus mempertahankan simpanan mereka di bank-bank Islam meskipun peningkatan dalam tingkat suku bunga. Misalnya, dalam kasus Kuwait, tidak ada penarikan besar-besaran yang signifikan dana dari bank syariah sebagai akibat dari peningkatan suku bunga (Haron dan Norafifah, 2000). Demikian pula, di Sudan, deposan terus mempertahankan dananya di bank syariah meskipun tidak dihargai sesuai dengan bank syariah.
Untuk pinjaman, hasil IRF menunjukkan bahwa tampaknya ada hubungan negatif signifikan antara variabel tingkat suku bunga dan pinjaman dari bank konvensional. Namun, ada hubungan negatif yang signifikan antara ONR dan pembiayaan syariah (IL) untuk jangka waktu setidaknya 13-14 bulan. Sebuah penjelasan yang mungkin untuk hubungan ini adalah bahwa permintaan kredit syariah lebih rendah selama masa suku bunga tinggi karena konsumen tidak ingin mengunci-in komitmen pinjaman mereka pada tingkat bunga yang tinggi. Temuan ini konsisten dengan pandangan Rosly (1999) yang menegaskan bahwa bank-bank Islam di Malaysia tidak beruntung dibandingkan dengan rekan-rekan konvensional mereka ketika ada kenaikan suku bunga. Seperti disebutkan sebelumnya, bank-bank Islam menghadapi kesenjangan dana negatif karena didasarkan pada pengembalian tetap sementara deposito mereka mengacu kepada suku bunga yang berlaku. Bagaimana et al. (2005) juga memberikan bukti empiris bahwa bank-bank komersial dengan pembiayaan bebas bunga lebih rentan terhadap risiko suku bunga lebih tinggi dari bank tanpa pembiayaan IslamBanking:.










Gambar 1: Tanggapan Impulse dari Simpanan dan Pinjaman Kebijakan Moneter Guncangan
5.2 Analisis Variansi penguraian
The VDA digunakan untuk menilai interaksi dinamis antara indicator  kebijakan moneter dan bank item neraca dari kedua kelompok perbankan. Dengan membandingkan dua kelompok perbankan, analisis ini akan mengungkapkan kontribusi suku bunga dalam menjelaskan variansi kesalahan perkiraan item neraca bank syariah yang bertentangan dengan bank konvensional.
Hasil VDA ditunjukkan pada Tabel 1 dan 2 . secara umum, hasil lebih memperkuat temuan sebelumnya yang didasarkan pada IRFs. Dalam kasus deposito Islam, variasi dalam variabel tingkat suku bunga menjelaskan sekitar 10 persen dari kesalahan perkiraan varians di 24 bulan, menunjukkan bahwa tingkat suku bunga atau ONR adalah salah satu variable yang paling penting dalam menjelaskan fluktuasi deposito Islam. Hasil VDA juga menunjukkan bahwa variasi dalam ONR memberikan kontribusi hingga 24 persen dari perkiraan kesalahan-varian pembiayaan Islam, dibandingkan dengan pinjaman konvensional di mana variasi dalam ONR hanya menyumbang sekitar 3 persen dari perkiraan kesalahan-varian nya. Temuan ini konsisten dengan temuan sebelumnya oleh Darrat (1988), Darrat (2002), Kia (2001), Kia dan Darrat (2003), dan Kaleem (2000) yang mengusulkan bahwa sistem perbankan bebas bunga adalah invarian untuk suku bunga guncangan. Temuan penelitian ini agak bertentangan dengan saran mereka bahwa sistem perbankan bebas bunga mampu melindungi sistem moneter dari fluktuasi suku bunga dan oleh karena itu, meminimalkan kemungkinan ketidakstabilan keuangan. Temuan kami di sisi lain, tampaknya echo yang Kaleem dan Isa (2006) dan Rosly (1996) yang menyatakan bahwa kelemahan sistem moneter bebas bunga terutama dalam sistem perbankan ganda seperti di Malaysia terletak di pasar keuangan saat ini mempersiapkan. Dual banking system memberikan kesempatan arbitrase bagi bank konvensional yang lebih fleksibel untuk berpartisipasi baik di pasar keuangan syariah dan konvensional. Bank-bank Islam, di sisi lain, terbatas untuk meningkatkan pembiayaan hanya di pasar uang syariahBanking:.
Tabel 1: dekomposisi Variance  Deposito
6. Kesimpulan
Studi ini menganalisis dampak guncangan kebijakan moneter pada pembiayaan dan deposito bank-bank Islam 'dan membandingkannya dengan yang dari bank konvensional di Malaysia. Studi ini menemukan bukti bahwa dampak dari guncangan kebijakan lebih de-menstabilkan pada bank syariah dari bank konvensional. Bertentangan dengan kepercayaan umum, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa item neraca bank syariah lebih sensitif terhadap perubahan suku bunga dibandingkan rekan-rekan konvensional mereka. Hasil bisa dikaitkan dengan beberapa alasan. Industri perbankan konvensional yang memiliki pasar yang luas dan mendalam karena keberadaannya luas  dan hubungan global yang yang mampu mengimbangi penurunan likuiditas menyusul kebijakan ketat moneter. Di sisi lain, industri perbankan syariah harus menanggung "beban" dari kebijakan moneter yang ketat karena masih belum berkembang, sehingga membatasi pilihan bagi para pemain. Dalam mitigasi konsekuensi dari kejutan suku bunga, lembaga keuangan islam, harus mempercepat pada upaya untuk review mengembangkan alat manajemen risiko yang relevan yang bias mengatasi masalah berbeda. Upaya untuk lebih meningkatkan praktik manajemen risiko di antara bank-bank islam bahkan lebih penting sekarang mengingat pergeseran minat terhadap perbankan dan keuangan islam di pasca 2007/2008 krisis ekonomi dan keuangan global.
Hasil ini juga menyoroti kelemahan utama dari sistem keuangan ganda sedang berjalan paralel di negara ini. Hal ini dapat tersirat bahwa niat untuk menerapkan sistem moneter bebas bunga di malaysia masih belum matang dengan perkembangan infrastruktur . Penelitian ini menawarkan dimensi penting bagi pembuat kebijakan untuk dipertimbangkan dalam upaya untuk mengembangkan malaysia sebagai pusat global untuk perbankan dan keuangan islam. Karena risiko unik yang dihadapi oleh lembaga perbankan syariah seperti yang diidentifikasi oleh penelitian, penting untuk merancang teknik mitigasi risiko yang relevan sehingga memungkinkan bank-bank islam untuk kejutan kebijakan moneter dalam infrastruktur keuangan saat ini. Hal ini penting untuk kembali iqbal (1999) mencatat, meskipun bunga yang tumbuh di perbankan dan keuangan islam, pasar keuangan islam masih kurang dalam hal perangkat manajemen risiko. Akhirnya, penelitian ini menyoroti pentingnya mempertimbangkan konsekuensi dari implementasi kebijakan moneter pada lembaga perbankan islam serta kebutuhan untuk mengembangkan sistem keuangan islam yang komprehensif di negara.
Referensi
Bank Negara Malaysia. Bulanan statistik Bulletin, berbagai masalah.
__________. (2007). Laporan Tahunan, Kuala Lumpur, Malaysia.
Baldwin, K. (2002). Manajemen risiko di bank syariah. Dalam S. Archer & R. Abdel Karim (Eds.). Inovasi Keuangan Islam dan Pertumbuhan, (pp. 176-201). Euromoney Buku dan AAOIFI.
Darrat, AF (1988). Bunga bebas sistem perbankan Islam: beberapa
bukti empiris. Ekonomi Terapan, 20: 417-425
__________..(2002). Efisiensi relatif dari sistem moneter bebas bunga: beberapa bukti empiris. Ulasan Triwulanan Ekonomi dan Keuangan, 42:. 747-764
Gerrard, P. dan Cunningham, JB (1997). Perbankan Islam: studi di Singapura. International Journal of Bank Marketing, 15 (6): 204- 16.
Haron, Sudin dan Ahmad, Norafifah. (2000). Efek dari suku bunga konvensional dan tingkat keuntungan pada dana disimpan sistem perbankan Islam di Malaysia. International Journal of Financial Services Islam, 1 (4): 1-7.

How, Janice C, Abdul Karim, Melina and Verhoeven, Peter. (2004). Islamic financing and bank risk: the case of Malaysia. Thunderbird International Business Review, 47(1): 75-94.
Iqbal, Zamir. (1999). Financial engineering in Islamic finance.
Thunderbird International Business Review, 41(4/5): 541-560.
Kaleem, Ahmad. (2000). Modelling monetary stability under dual banking system: the case of Malaysia. International Journal of Islamic Financial Services, 2(1): 21-42.
Kaleem, Ahmad and Isa, Mansor Muhammad. (2006). Islamic banking and money demand function in Malaysia: an econometric
58 Impact of Monetary Policy Shocks on the Conventional and
Islamic Banks in a Dual Banking System: Evidence from Malaysia
analysis. Pakistan Economic and Social Review, 44(2): 277-290. Khan, A. (1985). Adjustment mechanism and the money demand function in Pakistan. Pakistan Economic and Social Review, 20: 257-261.
Kia, Amir. (2001). Interest-free and interest-bearing money demand: policy invariance and stability. Working Paper, Department of Economics, Emory University.
Kia, Amir and Darrat, AF (2003). Modelling money demand under the profit-sharing banking scheme: evidence on policy invariance and long-run stability. Paper presented at the ERF's 10th Annual Conference, Marrakech, Morocco. December 16-18, 2003.
Rosly, S. (1999). Al-bay bithaman ajil financing: impacts on Islamic banking performance. Thunderbird International Business Review, 41: 461-480.
Samad, Abdus. (1999). Comparative efficiency of the Islamic Bank Malaysia vis-à-vis conventional banks. IIUM Journal of Economics and Management, 7(1): 49-67.
Samad, Abdus and Hassan, M. Kabir. (2000). The performance of Malaysian Islamic bank during 1984-1997: an exploratory study. International Journal of Islamic Financial Services, 1(3): 24-45.
Sims, Christopher A. (1986). Are forecasting models usable for policy analysis? Quarterly Review, Federal Reserve Bank of Minneapolis. Winter: 2-16.
Sims, Christopher A. & Zha, Tao. (1995). Error bands for impulse responses. Working Paper, Federal Reserve Bank of Atlanta. No. 95-6.
Sukmana, Raditya and Mohd. Yusof, Rosylin. (2005). Are funds deposited in Islamic banks guided by interest? An empirical analysis in Malaysia. Paper presented at the 4
th
Global Conference on Business and Economics, St. Hugh's College, Oxford University, UK. June 26-28, 2005.



**KISI-KISI UJIAN SEMESTER GANJIL

  **KISI-KISI UJIAN SEMESTER GANJIL BAHASA ARAB KELAS 10 (FASE E)** Tahun Ajaran 2025/2026 I. Ruang Lingkup Materi & Kosakata Tema ...